FPII Riau : Sudahkah Penerapan UU ITE Berkeadilan.?

Pekanbaru,(cMczone.com) –  Perkembangan Teknologi media informasi yang dimanfaatkan sebagai sarana pergaulan sosial secara online di internet, terkadang sering kali membuat salah kebablasan bagi para penggunanya. UU ITE kerap kali digunakan sebagai ancaman bagi penyalahgunaan media sosial.

Rusdi Bromi Ketua SETWIL FPII Riau dalam menanggapi Kasus yang meninpa Moh. nasir Tulla yang Juga Anggota dari Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Kota Palu, yang didakwa dengan Pasal 45 ayat ( 3 ) Jo Pasal 27 ayat ( 3 ) UU No.19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, mengatakan bahwa Pasal yang didakwakan kepada saudara Moh. Nasir tulla dianggap multitafsir, akibatnya banyak disalahgunakan dan mengakibatkan ancaman bagi kebebasan berekpresi, karena multitafsir maka Respon penggunaan pasal tersebut tidak memiliki satu kepastian hukum karena diterapkan secara beragam, mulai dari proses penydidikan,  dakwaan, prosedur penahanan, prosedur pencabutan laporan dan mendiasi, termasuk dalam menafsirkan pasal itu sendiri. Penafsiran tersebut terlihat dari pertimbangan hakim dalam menguji unsur‐unsur pidana, sehingga praktek pengadilan menjadi eksesif.

Jika Ingin Menerapkan Pasal tersebut hendaknya berdasarkan Prinsip Keadilan dan Prinsip Equality before the law dan tidak tebang pilih. “Kami dari FPII Riau memberikan support kepada rekan kami Moh. Nasir Tulla semoga kasus hukumnya cepat selesai dan mendapat keadilan hukum”. Tambah Romi.

“Mari kita mengajak dan menghimbau masyarakat untuk berhati hati terhadap pelanggaran UU ITE, Jika masyarakat mendapatkan informasi tentang adanya pelanggaran ataupun pebuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau siapaun juga, hendaklah disampaikan atau dilaporkan kepada wadah yang sudah disediakan serta kawal kasusnya hingga tuntas dan tidak menyampaikan di media sosial.

Baca Juga :   Bintan Satu-satunya Daerah di Indonesia yang Punya Paralegal di Setiap Desa...

Romi sapaan akrab Rusdi Bromi juga mengatakan, “mengutip dari pernyataan Ketua MPR RI Bahwa, Jika Negara Kuat maka terjadi Otoriter, jika Rakyat kuat terjadi anarkis, menurut saya Jika Hukum Tajam kebawah dan tumpul keatas juga salah satu penyebab anarkis di masyarakat maka dari itu terapkanlah Hukum yang berkeadilan di masyarakat agar keselarasan dan keseimbangan dapat terwujud”.

Jerat UU ITE ini dapat menimpa siapa saja yang terpeleset dalam media sosial. Seperti halnya yang menimpa Moh. Nasir Tulla, salah seorang jurnalis beritasulteng.id. Hanya karena komentar kritisnya di media sosial terhadap Walikota Palu, wartawan muda yang juga merupakan anggota Forum Pers Independent Indonesia (FPII) itu terpaksa kini harus duduk dikursi terdakwa di Pengadilann Negeri Palu.

Kepada sejumlah wartawan di PN Palu, Selasa (22/10/19), Nasir Tulla mengatakan bahwa proses hukum yang dialami dirinya terkesan ada perlakuan diskriminatif karena memang dirinya diperhadapkan kepada kekuatan kekuasaan nomor satu di Kota Palu.

“Saya ini korban kriminalisasi, saya nggak ngerti apa yang menjadi kesalahan saya, karenanya saya berharap suport rekan-rekan pers agar fakta tersebut dapat menjadi pertimbangan majelis hakim PN Palu,” ujar Nasir di PN Palu.

Pemantauan di PN Palu, dalam sidang lanjutan ke dua atas dugaan tindak pidana terkait pelanggaran UU ITE, dengan terdakwa Moh.Nasir Tulla, yang di mana dalam sidang sebelumnya yaitu sidang pertama, pihak pengacara terdakwa Dicky Patadjenu, SH dengan tegas menolak isi dakwaan dari jaksa penuntut umum.

Baca Juga :   Rancangan Teknologi Keamanan di Masa Depan Oleh : Dede Farhan Aulawi (Pengamat Teknologi Keamanan)

Dalam eksepsi, yang di bacakan langsung oleh penasehat hukum terdakwa Dicky Patadjenu, S.H, pihaknya menilai surat dakwaan JPU No.Reg.Perk : PDM – 192 / PL / Eku.2/09/2019 dianggap tidak jelas, tidak lengkap dan kabur.

“Klien kami didakwa berdasarkan ketentuan dari Pasal 45 ayat ( 3 ) Jo Pasal 27 ayat ( 3 ) UU No.19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang kami nilai kabur, tidak jelas, dan tidak cermat,” ujar Dicky.

Menurut kuasa hukum tersebut, pengajuan Eksepsi ini didasarkan pada hal terdakwa sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat ( 1 ) KUHP dan pertimbangan bahwa ada hal-hal yang prinsipal yang perlu di sampaikan berkaitan demi tegaknya hukum kebenaran dan keadilan.

“Sekaligus terpenuhinya rasa keadilan yang menjadi Hak Asasi Manusia sebagai penyeimbang dari surat dakwaan kami dan kami percaya bahwa majelis hakim akan mempertimbangkan dan mencermati segala masalah hukum dan melihat permasalahan ini dari kacamata dan sudut pandang yuridis atau hukum positif yang ada semata,” papar Dicky di hadapan Ketua Majelis Ibu Aisah Mahmud, SH, MH.

“Sejauh ini yang kami pelajari surat dakwaan tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap yang menyebabkan dakwaan kabur ( Obscuur Libel ),” tegas Dicky.

Diuraikan, dalam surat dakwaan di poin 3, bertempat dirumah terdakwa membuat tulisan komentar berbunyi ” Siap bergabung Insya Allah dalam waktu dekat kita buat grup WA turunkan mereka berdua dan Sama2 bergerak tanpa ada unsur kepentingan sama sekali, semata2 niatnya selamatkan palu dari pemimpin pemuja setan”,”

Dan kutipan komentar itu bersumber dari status akun Cici Listia, dan di lanjutkan dengan komentar lain k dari akun Siga Kuning” Manusia…Manusia itu Hidayat pemuja. Siapa yang bela Walikota disini dia juga setan semua”.

Baca Juga :   Tim Opsnal Polres Pd. Pariaman Tangkap Penikmat Narkoba

Dicky mengatakan secara otomatis komentar-komentar itu masuk di akun Moh.Nasir Tulla selaku kliennya di karenakan klien kami berteman dengan akun Cici Listia dan Siga Kuning, yang mana status utamanya hanya berupa undangan seruan aksi demo turunkan Walikota Palu saat itu pasca bencana.

Dicky mengatakan, status facebook, kliennya terkait undangan aksi demo itu merupakan hal yang wajar saja di zaman demokrasi, dimana kita bisa rasakan bersama pada saat itu bagaimana perasaan masyarakat Kota Palu dan semuanya mereka tuangkan rasa kekesalan dengan turun demo. “Perlu kita garis bawahi warga Palu saat itu bukan hanya turun demo melainkan banyak mereka tuangkan rasa kekesalan yang ada di media sosial saat itu dan kita semua tahu,”bebernya, seraya menambahkan menjadi aneh kalo kemudian kliennya saja yang menjadi sasaran jeratan hukum.

Karena itu, dalam eksepsinya Dicky selaku PH Moh.Nasir Tulla meminta agar majelis hakim menerima nota keberatan dari penasehat hukum, menyatakan surat dakwaan penuntut umum Reg.Perkara : PDM 192/PL/ Eku.2/09/2019 sebagai dakwaan yang dinyatakan batal demi hukum atau harus di batalkan atau setidaknya tidak di terima, menyatakan perkara aquo tidak diperiksa lebih lanjut, memulihkan harkat martabat dan nama baik Moh.Nasir Tula alias Nasir dan membebankan biaya perkara kepada negara.

Atas dasar nota keberatan yang di bacakan penasehat hukum, JPU akan melakukan jawaban tertulis pada sidang selanjutnya Selasa pekan depan (29/10 ).

Sumber : FPII Setwil Sulteng