Dinasti Politik Rentan Terhadap Praktek Korupsi

Pekanbaru,(cMczone) -Melihat fenomena dinasti politik di Indonesia seakan – akan menjadi keharusan bagi penguasa yang sedang menjabat, hal ini dilakukan untuk tetap menaruh pengaruhnya terhadap setiap keputusan pemimpin yang berikutnya. Fenomena dinasti politik lebih sering dibangun didaerah, karena ruang lingkup yang kecil. Akibat dinasti politik banyak pemimpin daerah menjadi politisi yang mempunyai pengaruh besar, sehingga keluarga inti seperti anak, istri, dan keluarga dekat lainnya seperti keponankan, ipar, berbondong – bondong terlibat dalam politik dan sistem pemerintahan.
Febri Romadhon sebagai Koordinator Forum Rakyat Bicara mengatakan “membangun dinasti politik baik itu didaerah maupun nasional dengan maksud mempertahankan kekuasaan dilingkup keluarga dekat itu hanya akan memberikan stigma negatif bagi masyarakat, dan praktek demokrasi yang dipertontonkan sudah keluar dari konteks tujuan demokrasi itu sendiri, kita tahu hal – hal yang ada didalam dinasti politik hanya menguntungkan sekelompok orang saja, dan itu tidak bisa dipungkuri, enaknya duduk sebagai penguasa dengan dalih pengabdian dan pembangunan, tapi kita tahu orientasinya bukan kesana, tapi titik utamanya adalah ‘saya akan mendapatkan ini dan itu’ jika dinasti politik ini terbangun”.
Indonesia merupakan negara demokrasi yang seharusnya memberikan ruang yang besar kepada masyarakat umum untuk dapat berkecimpung dalam mengisi setiap lini demokrasi terkhususnya pada ranah politik. Indonesia menggunkan sistem multipartai, artinya banyak partai yang dapat digunakan oleh masyarakat sebagai media pembelajaran politik, demokrasi, dan juga sebagai wadah untuk masyarakat turun langsung dalam proses penyelenggaraan politik.
Pilkada menjadi momen bersar bagi masyarakat daerah, karena mereka akan menentukan pemimpin daerahnya untuk satu periode kedepan. Partai politik yang merupakan mesin politik dan juga peserta dalam pemilu yang seharusnya didalam undang – undang itu sebagai wadah pendidikan politik bagi masyarakat malah menunjukan praktek – praktek yang dapat “mengekang” hak rakyat dikeikutsertaan dalam kontestasi politik. Partai sudah bergeser dari fungsi idealnya, dan tidak ada lagi tujuan lain selain kekuasaan. Hal ini berkaitan juga dengan pembangunan dinasti politik bagi para pengurus partai yang sudah mendapat kekuasaan, partai politik saat ini lebih mengutamakan popularitas dan kekayaan dari pada kader partai ataupun masyarakat yang memiliki kapabilitas.
Febri Romadhon mengatakan “Partai saat ini lebih melihat sejauh mana ini calon memiliki popularitas dan lebih berapa banyak amunisi untuk pertarungan politik yang ia punya, maka timbul calon – calon prematur atau instan dalam kontestasi politik, seperti artis, kemudian keluarga – keluarga politisi yang sedang menjabat hal inilah yang memberi peluang kepada terbangunnya dinasti politik, karena partai tidak melihat kapabilitas calon, yang penting dia itu keluarga si A entah itu kepala daerah ataupun politisi lainnya yang penting dia punya kos politik yang cukup”
Sejauh ini pembangunan dinasti ataupun kerajaan politik yang terjadi di Indonesia tidaklah berjalan dengan baik, seperti dinasti politik Ratu Atut di Banten, kemudian Sulawesi Utara dimana anak menjadi walikota Kendari dan ayah calon Gubernur, dinasti politik di Kutaikartanegara ayah dan anak menjadi bupati, dan masih ada lagi, semua dinasti politik yang dibangun itu menjadi tahanan KPK akibat kasus korupsi.
“Jadi dinasti politik ini sangat rentan terhadap praktek korupsi, itu karena keluarga penguasa yang menjalankan birokrasi tidak kompeten, dan keluarga yang melanjutkan kekuasaan tidak memiliki kapabilitas dalam menjalankan pemerintahan” pungkas Febri.

Baca Juga :   Ansar Ahmad : Program Pendidikan Vokasi akan Dijalankan Secara Berkelanjutan