Cegah Penularan Corona, Yuk Perang Melawan Diri Sendiri!

PADANG, CMCZONE.COM— Penularan wabah virus corona di Sumbar, semakin tak terbendung. Jumlah orang dalam pemantauan (ODP) hingga Sabtu (28/3), meningkat menjadi 1.362. Bahkan seorang pasien di SPH yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Kota Padang, dilaporkan meninggal dunia pada Sabtu (28/3) sekitar pukul 10.00 WIB.

“Kita harus sepakat dan sama-sama membulatkan tekad, agar penularan corona tak meluas. Ayo, perang melawan diri sendiri. Tahan godaan untuk tidak keluar rumah, hindari keramaian dan kontak langsung dengan orang lain,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumbar, Mesra, Sabtu (28/3).

Sebelumnya, Mesra juga sudah meminta Pemprov Sumbar untuk bertegas-tegas soal penerapan social distancing. Melihat kemungkinan penularan virus corona yang akan terus bertambah, imbauan untuk pembatasan sosial di tengah-tengah masyarakat, harus benar-benar dibarengi dengan perangkat yang tepat dalam penerapannya.

“Tak cukup sekadar imbauan saja. Kapan perlu, siapkan perangkat dan regulasi yang pas untuk menerapkan sanksi tegas,” kata Mesra.

Baca Juga :   Polemik Yang Dihadapi Partai Demokrat. Partai, Pemerintahan dan Demokrasi

Sementara ilmuwan matematika Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, Sutanto Sastraredja, memprediksi puncak infeksi virus Corona jenis baru (COVID-19) terjadi pada pertengahan Mei 2020. Namun akhir dari pandemi ini tergantung dari kebijakan yang diambil pemerintah.

Dosen Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA) UNS, memaparkan secara matematis dinamika populasi COVID-19 dengan model SIQR. Penjelasan model ini adalah Susceptible (S) digambarkan sebagai orang yang sehat yang rentan terinfeksi, Infected (I) sebagai individu yang terinfeksi, Quarantine (Q) sebagai proses karantina, dan Recovery (R) adalah orang yang telah sembuh dari COVID-19.

Data-data diambil mulai 2 Maret 2020 saat pertama kali pemerintah mengumumkan secara resmi terdapat dua orang yang terinfeksi virus Corona. “Saya ambil data sampai 22 Maret,“ ujarnya Susanto, Sabtu (28/3).

“Dari data itu saya temukan parameter. Parameter ini kemudian saya masukkan dalam rumus matematika, sehingga bisa menghitung kecepatan orang yang sudah terinfeksi, dan yang masuk karantina,” ujarnya.

Kecepatan orang sehat jadi terinfeksi, menurut Susanto, dipengaruhi faktor laju kontak. Laju kontak semakin besar jika orang sering bertemu dan berkumpul. “Kondisi ini akan membuat banyak yang berpindah status dari S jadi I atau terinfeksi,” ujarnya.

Baca Juga :   Saturdate With Padi Reborn

Orang yang terinfeksi ini akan ada yang meninggal atau sembuh. Namun orang yang terinfeksi ini bisa melakukan karantina total atau Q. Besarnya orang yang masuk dalam karantina tergantung lagi pada faktor laju karantina. “Faktor laju karantina ini tergantung kemampuan negara dan masyarakat,” ujar Susanto.

Model SIQR ini kemudian dianalisis lagi menggunakan metode numerik Runge-Kutta Orde 4 sehingga menghasilkan sebuah grafik. Kesimpulannya, jika tidak ada perubahan dalam penanganan, diperkirakan puncak infeksi terjadi pada pertengahan Mei 2020.

Saat itu, menurut perhitungan Susanto, terdapat 2,5 persen dari populasi yang berisiko dari Indonesia akan terinfeksi virus Corona. Setelah itu mulai akan ada penurunan. Doktor ilmu matematika terapan dari Universite de Bordeaux, Prancis, itu dalam analisisnya mengambil prediksi masa 100 hari penyebaran atau sampai tanggal 10 Juni 2020. Mengapa demikian?

Baca Juga :   Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Menilai Kepemimpinan Repol

“Kita harus kerja berbasis target. Dan saya lihat negara yang terjangkit COVID-19, pertahanan ekonominya sudah mulai ambruk kalau lewat 100 hari, sehingga saya membuat hitungan 100 hari penyebarannya harus berhenti,” ujar Susanto.

Namun, Susanto mengingatkan, dirinya tidak membuat kesimpulan bahwa pandemi COVID-19 akan berhenti pada 10 Juni tersebut. Menurutnya, penentu akhir wabah ini berada di tangan pemerintah. Pemerintah harus bisa mengeluarkan kebijakan yang tepat untuk mengatur nilai faktor laju kontak dan faktor laju karantina.

Idealnya, kebijakan yang ditempuh adalah memperbesar laju karantina dan mengecilkan laju kontak. Sebanyak-banyaknya mencari orang yang positif, lalu masukkan karantina, dibarengi usaha menekan orang yang masih sehat agar tetap tinggal di dalam rumah supaya tidak ada kontak.

“Di Wuhan, faktor laju kontak dinolkan dengan lockdown total. Tapi apakah full lockdown bisa dimungkinkan di sini. Kalau ternyata sulit, bisa agak dilonggarkan tapi syaratnya laju orang masuk karantina harus diperbesar,” katanya. RYAN/IRFAN