Kajati Babel Meradang, Tidak Akui Adanya Forwaka Babel

Pangkalpinang, (cMczone.com) – Terkait  pemberitaan dibeberapa media online yang dilansir oleh wartawan yang tergabung dalam tim Forum Wartawan Kejaksaan (Forwaka) Bangka Belitung (Babel), diduga ada kegiatan penambangan timah ilegal skala besar Haiti Tambang Besar dan ada sebanyak 8 unit alat berat jenis excavator (PC) yang beroperasi di kawasan Hutan Lindung, wilayah pantai Pasir Panjang Kemuja di Desa Ketap, Kecamatan Parittiga, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, Kamis, (2/4/2020).

Ramainya pemberitaan tersebut, kini menjadi perhatian publik Bangka Belitung (Babel). Pasalnya, wartawan yang turun ke lapangan bersama tim Polisi Kehutanan (Polhut) dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Jebu Bemban Antan, datang mengatas namakan wartawan dari institusi Kejaksaan, seolah-olah keberadaan oknum wartawan yang ikut sidak giat penambangan ilegal sudah mendapatkan restu atau perintah dari Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kepulauan Bangka Belitung.

Demikian juga halnya dengan tulisan yang ada di link berita, dipertegaskan oleh wartawan yang yang tergabung dalam Forwaka Babel menuliskan seolah-olah berita yang diturunkan itu berdasarkan investigasi lapangan tim gabungan wartawan dari Kejaksaan atau Forwaka Babel.

Baca Juga :   Edi Ermanto Als Bobo Menang Mutlak di Pilkades Kebintik.

Namun, ketika dikonfirmasi kepada pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Babel, hal tersebut dipertegaskan dan dibantah langsung oleh Ranu Miharja, SH, MH, Kepala Kejati Babel, bahkan Ranu tidak mengakui keberadaan Forwaka Babel, dan menyarankan kepada masyarakat Babel yang merasa dirugikan atas kelakuan atau keberadaan Wartawan Forwaka Babel untuk melaporkan kepada yang berwajib.

“Saya tidak pernah mengakui adanya Forwaka (Forum Wartawan Kejaksaan), silahkan kalau yang merasa dirugikan lapor saja ke Polisi,” tegas Ranu, Senin (6/4/2020).

Namun pihaknya dalam hal ini terus terang saja dan tidak membeda-bedakan wartawan dari unsur manapun. Baik yang sudah tersertifikasi ataupun yang belum tersertifikasi. Pihaknya dengan tangan terbuka menerimanya.

“Ya saya tidak membeda-bedakan, baik yang sudah kompetensi ataupun yang belum,” kata Ranu.

 

LSM AMAK Babel Mnta FORWAKA Babel Dibubarkan 

Keberadaan oknum wartawan yang seringkali saat bertugas selalu membawa nama wartawan dari institusi lembaga hukum, khususnya korps Adhyaksa, tak pelak mendapatkan kritikan pedas dari aktifis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK) Babel.

Baca Juga :   Sempena Hari Bhayangkara ke-74, Polres Bintan Gelar Donor Darah

Kepada Pers, Hadi Susilo Ketua LSM AMAK Babel menegaskan, bahwa jika keberadaan Forwaka Babel akan memalukan institusi Kejaksaan sudah semestinya Kepala Kejati Babel membubarkan Pokja wartawan Kejaksaan tersebut, karena dinilai keberadaan wartawan Forwaka dalam bertugas di lapangan lebih cenderung membawa nama institusi lembaga hukum korps “Adhyaksa” ketimbang membawa nama medianya masing-masing.

Diungkapkan oleh Hadi, ketidakpercayaan diri dari oknum wartawanlah yang mereka tidak mampu untuk menyakinkan dirinya kepada narasumber, bahwa dirinya sebagai seorang wartawan.

Dengan membonceng institusi yang terkesan untuk menakut-nakuti narasumber, sangatlah tidak etis. Apalagi Forwaka adalah murni bertugas  di seputaran Kejaksaan. Kalau memang harus mencari berita di luar Kejaksaan, harusnya membawa atribut pers dari media yg menaunginya, tidak harus membawa nama organisasi kewartawananya.

“Bukan sekali saja kami mendengar narasumber yang dihubungi oleh oknum wartawan dari Kejaksaan atau Forwaka Babel mengenalkan dirinya bukan wartawan dari media yang menaunginya, namun selalu membawa nama organisasi kewartawananya, yaitu wartawan Kejaksaan atau Forwaka Babel. Menurut saya itu sama artinya ada upaya untuk menekan atau menakut-nakuti narasumber atau masyarakat,” Kata Hadi kepada sejumlah wartawan.

Baca Juga :   Gelar Bhakti Sosial, RBB Bagikan 700 Sembako pada Warga Terdampak Covid-19

Dijelaskan Hadi, bahwa Tupoksi Pokja wartawan yang meliput di lembaga pemerintah atau institusi seharusnya mereka memberitakan hal-hal kinerja dari lembaga atau institusi itu sendiri.

“Sebagai saran kami selaku masyarakat yang mencintai korps Adhyaksa, sebaiknya keberadaan Forwaka Babel dievaluasi kembali, atau jika memang sudah dianggap menyimpang dari konsep awal, sebaiknya bapak Kajati mengambil langkah-langkah konkret yaitu pencabutan SK Forwaka untuk menghindari polemik yang berkepanjangan dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi” bom waktu” dan yang pada gilirannya akan menjadi preseden buruk bagi institusi Kejaksaan,” Pungkas Hadi yang juga merupakan tokoh masyarakat Bangka Belitung.

Editor: Budi Adriansyah | Penulis: Redaksi/Tim