Harga Emas Terus Mengalami Kenaikan

Jakarta,(cMczone.com) – Harga emas dunia kembali menguat 0,49% pada perdagangan awal pekan kemarin ke US$ 1.786,64/troy ons. Level penutupan perdagangan tertinggi sejak 4 Oktober 2012. Tetapi pada perdagangan hari ini, Selasa (7/7/20).

Harga logam mulia ini kembali terkoreksi. Pada pukul 17:05 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.776,34/troy ons, melemah 0,43% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Emas saat ini sudah dekat dengan level psikologis US$ 1.800/troy ons, sehingga sangat rentan diterpa aksi ambil untung (profit taking) yang membuat harganya turun.

Pergerakan harga emas sejak kemarin sekali lagi mengikuti arah bursa saham dunia. Kemarin bursa saham Asia, Eropa, hingga Wall Street di Amerika Serikat mencetak penguatan. Tetapi pada hari, aset-aset berisiko tersebut berbalik arah.

Di Asia, kecuali indeks Shanghai Composite China, semua bursa utama melemah. Begitu juga dengan bursa saham utama Eropa. Indeks berjangka Wall Street, juga berada di zona merah, yang menjadi indikasi bursa saham AS akan dibuka melemah malam nanti waktu Indonesia.

Baca Juga :   Rumah Big Bos DH Dikabarkan Diperiksa KPK , Ada Apa Ya.......?

Emas merupakan aset aman (safe haven), sementara saham adalah aset berisiko. Status keduanya bertolak belakang, sehingga pergerakannya seharusnya berlawanan arah. Tetapi nyatanya, pergerakan keduanya sering kali seirama.

Pergerakan seirama dua aset yang berlawan status ini sangat kentara pada bulan Maret, ketika bursa saham mengalami aksi jual, harga emas justru ikut merosot.

Oleh karena itu, jika bursa saham kembali menguat, maka emas akan lebih bertenaga untuk melewati level psikologis US$ 1.800/troy ons.
Bahkan jika dilihat dalam jangka panjang, harga emas menguat saat indeks saham melesat naik. Lihat saja ketika emas menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920/troy ons pada September 2011, bursa saham AS saat itu juga turut menguat.

Baca Juga :   Ungkap Pembunuhan di Pantai Impian, Polres Tanjungpinang Gelar Konferensi Pers

Penyebabnya, kebijakan quantitative easing (QE) yang dilakukan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Kebijakan yang sama diterapkan saat ini, bahkan dengan nilai pembelian aset (obligasi pemerintah dan surat berharga) yang lebih besar. Sehingga pergerakan emas dan Wall Street bisa jadi akan seirama lagi, meski terkadang berlawanan akibat aksi profit taking.
Oleh karena itu, jika bursa saham kembali menguat, emas berpeluang melesat mencapai US$ 1.800/troy ons atau bahkan lebih tinggi lagi.

Pelemahan emas di pekan ini sudah diprediksi oleh para analis Wall Street, sebagai dampak aksi profit taking. Tetapi outlook emas masih bullish atau dalam tren naik.
Hasil survei Kitco terhadap 17 analis di Wall Street menunjukkan 12 orang atau 70% memprediksi emas akan menguat lagi pekan ini. Sebanyak 18% memprediksi melemah, dan sisanya netral.

“Ini sangat jelas ada dasar di pasar, dan investor melakukan aksi buy on dip (beli saat harga emas turun),” kata Kevin Grady, Presiden Phoenix Futures and Option LLC, sebagaimana dilansir Kitco. “Saya tidak akan menjual (emas) saat ini,” tambahnya.
Penurunan harga emas juga diramal oleh Sean Lusk dari Wals Trading, tetapi lebih karena aksi ambil untung (profit taking). “Outlook emas tidak pernah sebaik ini. Anda mungkin melihat profit taking dalam waktu dekat, tetapi tren penguatan masih tetap terjaga,” kata Lusk.

Baca Juga :   Cegah Covid-19, Tim Gabungan Polres Tanjungpinang Semprotkan Cairan Disinfektan di Perumahan dan Fasilitas Umum

Sementara itu, Charlie Nedoss, ahli strategi pasar senior dari LaSalle Futures Group, melihat pergerakan emas dunia dari sisi analisis teknikal. Nedoss mengatakan tidak akan khawatir akan pelemahan harga emas, sampai menguji indikator rerata pergerakan 20 hari (20-day moving average) di kisaran US$ 1.750/troy ons.
Artinya, menurut Nedoss, emas masih akan dalam tren menguat selama di atas US$ 1.750/troy ons.(*CNNIndonesia)

Fredi (PT BPF Pekanbaru)