Ke Gaduhan Yang Terjadi di Tengah Tengah Masyarakat, Pemerintah Nagari Di Duga Klaim Sepihak Terkait “Hutan Nagari”

KAB AGAM, (cmczone.com)- Terkait program pengelolaan hutan, pemerintah nagari pasia Laweh di tenggarai tidak pernah ada koordinasi dengan Ninik Mamak Tapatan Adat, justru lansung dibuat kelompok tani hutan Tanpa melalui musyawarah Ninik Mamak Tapatan adat.

Maka dari itu,salah satu dari tokoh ninik mamak (EF) juga sempat mengajukan beberapa pertanyaan terkait objek “hutan nagari”
1. Apo definisi hutan nagari, apo esensi jo wujud hutan nagari di kampuang kito?
2. Dima adonyo hutan nagari ko barado?
3. Sajak bilo adonyo muncul istilah hutan nagari ko?
4. Apo dasar hukum atau payung hukum sahinggo ado istilah “hutan nagari ko”.?
5. Apokah hutan nagari ko memang wujud, dan baa status kepemilikannyo?
6. Sia yang diuntungkan dalam objek hutan nagari ko, dalam bentuk apo dan baa kaitannyo jo ulayat ninik mamak tapatan adat di masing masing tapatan adat.

Jan sampai tajadi nan lalok makanan nan jago, Cupak dipapek rang panggaleh,
Jalan dikisa urang lalu.

Rujukan:
1. Adat sabatang panjang Alam Minangkabau.
2. UUD 1945 Pasal 18 b.
3. UU No. 5 thn 1960 ttg Pokok2 Agraria.
4. UU No. 41 thn 1999 ttg Kehutanan
5. UU No. 18 thn 2004 ttg Perkebunan
6. UU No 32 thn 2009 ttg Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup
7. Perda no. 16 thn 2008 ttg Pemanfaatan Tanah Ulayat” ujarnya.

Baca Juga :   Kapolda Banten Pimpin Pelepasan 23 Jemaah Haji Personel dan Pns Polri Polda Banten

Mendengar hal itu,awak media mencoba mengkonfimasi kepada wali nagari pasia laweh,dengan sigap, melalui via whatsapnya 30/10/20 wali nagari Pasia laweh Zul Arfin menjelaskan tentang “hutan nagari” kepada awak media “Terkait hutan ada 5 jenisnya menurut undang undang no 41 tahun 1999 tentang kehutanan, Ada hutan lindung, hutan produksi, hutan konservasi, hutan produksi terbatas dan hutan desa ( nagari di sumbar), Hutan nagari terdiri dari hutan ulayat, ulayat nagari, ulayat jorong (tapatan adat) , ulayat kampuang, ulayat suku dan ulayat kaum,Di nagari pasia laweh memiliki banyak jenis hutan, hutan lindung, hutan produksi terbatas maupun hutan ulayat, Jika kita mengelola hutan lindung yang dikuasai negara wajib memintak izin ke menteri terkait, dengan terlebih dahulu membentuk LPHD lembaga pengelola hutan desa atau nagari di sumbar.

Di sambung,”Berdasarkan UUD kehutanan, di nagari pasia laweh dengan berbagai jenis hutan tetap penamaannya hutan desa, walaupun ada hutan ulayat, Program pemerintah yang masuk ke desa dengan pengeloaannya didalam kawasan hutan dikelola olah LPHD/N, sementara yg berada di luar kawasan dikelola oleh KTH kelompok tani hutan, dinagari pasia laweh disebut KTH berbasis kaum,Saat ini sudah terbentuk 65 kth tersebar di seluruh jorong dan tapatan adat, pembentukan kth dibuat atas keinginan sendiri kaum kaum tersebut minimal sbyk 15 orang. Ber ktp, Jadi sebelum pembentukan kaum tersebut harus mendapat pemahaman terlebih dahulu dari petugas kehutanan, pemnag dan stakeholders lainnya,Pembentukan LPHN dan KTH sudah berlangsung sejak 2 ,5 tahun yg lalu, setiap dua bulan sekali ketua kth dan pengurus lphn yg pada umum nya kepala kaum sering mendapat sosialisasi baik formal dan informal”

Baca Juga :   Jenazah Kapolsek Takabonerate Iptu Agus Junihardi Dikebumikan  

“Dan tidak ada yg keberatan karena pada umumnya mereka sdh paham”

Di tambahkan lagi, Persoalannya, “apakah seluruh tanah ulayat atau rimbo ulayat sejak lphn terbentuk dapat berubah status menjadi tanah negara di pastikan tidak, Sebab LPHN didirikan utk mengurus mengelola jenis hutan di desa atau nagari berlaku di seluruh indonesia., namun tidak akan bisa merubah status hutan tersebut, Jika hutan tersebut hutan ulayat tidak bisa berubah menjadi hutan lindung demikian sebaliknya, Jika ada kemenakan yg salah tafsir dan kurang menahami, sebetulnya itu tugas mamak kepala kaum menjelaskannya khusus yg telah membentuk KTH , dan pemnag Serta penyuluh kehutanan bersedia memberikan penjelasannya scr detail, Sejauh ini dari 122 kaum di nagari pasia laweh beru terdapat 65 kth terbentuk baik satu kaum maupun gabungan beberapa kaum dan terbanyak di agam raya maupun sumbar, Jadi setiap kaum tidak dipaksakan harus membentuk 1 kth, sbb kth merupakan sebuah organisasi dibuat atas kesadaran anggota pendiri, Pastinya LPHN(D) hanya penamaan berlaku diseluruh indonesia bukan berarti berwenang mengubah status ulayat kaum maupun tapatan adat ke bentuk lain, Informasi tambahan hutan desa /nagari seluas 4.025 hektar terdiri dari hutan produksi dan hutan lindung sdh mendapat izin kementerian kehutanan sejak awal 2018 yg lalu sementara diluar itu terdapat lebih kurang 2000an hektar hutan ulayat atau rimbo nagari yg tidak perlu dimintak izinnya, Jadi sejak izin menteri setiap warga boleh saja mengolah hutan tersebut sepanjang mendapat izin LPHN, jika kita jumlahkan hutan lindung dan hutan produksi terbatas berjumlah lk. 6.000 hektar sdgkan luas wilayah nagari pasia laweh seluas lk. 8.000 hektar, Jadi status hutan ulayat atau rimbo nagari yg ada selama ini tetap tidak berubah sekalipun sdh ada LPHN, begitu pula adanya LPHN tidak akan merubah status HUTAN LINDUNG DAN HUTAN PT ke Hutan ulayat” ucap Zul Arfin kepada awak media.

Baca Juga :   Tingkatkan Ekonomi Masyarakat, Kades Pulau Jambu Genjot Program Pemberdayaan.

(*)