Kerja Keras, Kerja Cerdas dan Tangan Dingin Ansar Ahmad

Oleh : Birgaldo Sinaga

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Bintan pada 2007 tidak sampai Rp. 400 miliar. Sepertiga APBD Natuna (1,3 Triliun). Populasi penduduk Bintan dua kali lipat dari Natuna. Kemiskinan penduduk hampir sama. Mata pencaharian warga juga nelayan.

Untunglah Bintan dipimpin seorang bupati yang cakap mengelola keuangan. Bupati Bintan itu H. Ansar Ahmad, SE, MM. Ia benar-benar ahli ekonomi. Lulusan Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Riau (Unri). Ia tahu hulu proses ekonomi itu adalah sistem produksi.

Apa yang dilakukan Ansar dengan duit APBD tak sampai sepertiga APBD Natuna itu?

Sejatinya uang Rp. 400 miliar itu tak bisa buat apa-apa. Habis untuk belanja pegawai dan insentif guru dan dokter perawat. Jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) Bintan juga lebih banyak dari Natuna. Hitung punya hitung, duit Rp. 400 miliar itu tak bisa bangun apa-apa di Bintan.

Dua hari lalu, saya bertemu lagi dengannya. Sembari menikmati Mie Aceh di bilangan Sei Panas, saya mendengar pengalaman hidupnya. Saya suka mendengar cerita masa-masa sulit Bintan saat dipimpinnya masa 2005-2015.

Baca Juga :   Ansar Ahmad : Ke Depan Tidak Ada Istilah Ruli Lagi di Batam

Ansar bercerita bagaimana ketatnya ia mengelola anggaran yang seuprit itu. Perjalanan dinas jika tidak begitu penting, ditolaknya. Acara seremonial ditekannya. Uang harus benar-benar produktif. Tidak boleh dihambur-hamburkan.

“Waktu awal menjabat bupati, saya ke Jakarta nginap di hotel biasa. Satu kamar berdua. Naik pesawat kelas ekonomi”, ujar Ansar sambil menggelengkan kepalanya.

Ansar tahu hidup miskin itu sungguh menderita. Kehidupan Ansar yang susah menderita masa kecil dan remaja membentuk karakternya untuk cermat dan hemat menggunakan uang.

Usia 2 tahun, Ansar sudah ditinggal pergi ayahnya. Ia menjadi anak yatim. Sejak SD Ansar sudah pontang panting membantu ibunya mencari uang.

Kadang jualan sayur. Kadang jualan kue. Kadang membantu mencuci mobil. Semua pekerjaan serabutan dilakoninya. Bertahan hidup. Agar bisa sekolah.

Kehidupan yang keras itu membentuk Ansar untuk keras dalam mengelola anggaran. Tidak boleh neko-neko. Ia mengikat dirinya sendiri untuk hidup hemat sederhana.

Bagaimana cara Ansar membangkitkan ekonomi warganya? Menaikan kesejahteraan warganya?

Disinilah kecerdasan Ansar teruji. Ia tahu kekuatan Bintan itu pantai dan lautnya. Tapi nilai jual pantai itu tidak berarti jika infrastruktur jelek. Bagaimana mungkin turis berkunjung jika infrastruktur masih Zaman Majapahit? Jalanan masih tanah?

Baca Juga :   Pesan pada Relawan, Ansar: Kalau Dicubit Sakit, ya Jangan Mencubit

Ansar tahu hulu hilir proses produksi ekonomi Bintan. Jika di hulu bagus, maka di hilir juga bagus. Ansar berjuang ke Jakarta.

Ia lobi pejabat pusat agar menggelontorkan anggaran untuk membangun infrastruktur. Jika infrastruktur dibangun, resor-resor dan hotel berkelas dunia akan bermunculan.

Imbal baliknya, devisa dari jasa kunjungan turis akan meningkat. Pajak hotel semakin besar. Negara untung. Ekonomi warga naik. Ada multiflier effect dari aktifitas ekonomi turis.

Apa yang ditanam Ansar 10 tahun lalu berbuah manis. Bintan kini menjadi kota maju berkembang. Kota Bintan tidak lagi kumuh miskin. Warganya mandiri. Punya pekerjaan dan penghasilan.

“Tahu tidak dinda…dulu awal-awal saya menjabat masih banyak warga buang hajat pakai cangkul. Ditanam dalam tanah”, ujar Bang Ansar sambil menyeruput bandrek susunya.

Saya sedikit terkejut mendengar cerita ini. Betapa susahnya warga Bintan masa itu. Untuk Mandi Cuci Kakus (MCK) saja kesulitan. Bandrek susu yang saya pesan malam itu semakin dingin jadinya.

Baca Juga :   "Hidup Ansar Ahmad" Pekik Relawan AMAN di Bandara Raden Sadjad

Cerita Bang Ansar benar-benar bikin saya geleng-geleng kepala. Kalo era 70-an masih masuk akal. Lha ini era 2000-an masih pake cangkul kalau mau buang hajat. Duhhh…

Kini, kehidupan masyarakat di Bintan sudah berubah. Tidak ada lagi buang hajat pake cangkul. Tidak ada lagi wajah-wajah sayu miskin menderita. Sementara di Natuna yang dulu kaya raya, tidak nampak kemajuan. Dari dulu sampai sekarang begitu-begitu saja.

Perputaran ekonomi di Natuna masih mengharapkan gaji ASN. Hampir tidak ada produksi di sana. Andai uang triliunan dulu dipakai membangun sektor perikanan dan turunannya, saya yakin Natuna bisa hebat.

Bintan dan Natuna jadi contoh nyata. Kekayaan daerah jika dipegang oleh orang yang salah, akan menyengsarakan.

Tetapi sekalipun daerah itu sulit keuangannya, jika dipegang oleh orang yang cakap, daerah itu akan maju produktif.

Bintan yang dulu miskin, kini maju sejahtera. Dan itu karena kerja keras, kerja cerdas dan tangan dingin Ansar Ahmad.

Makanya rugi banget kalo warga Kepulauan Riau (Kepri) tak memilih Bang Ansar di Pemilihan Gubernur (Pilgub) tanggal 9 Desember 2020 nanti. Rugi banget bro. (***)