Mengapa Harus Kartini ?

Oleh : Anggi Safitri

Fakta sejarah, bahwa Kartini adalah icon bagi Perempuan Indonesia sehingga beliau dinobatkan sebagai Pahlawan Republik Indonesia yang tertera dalam Surat Keputusan Presiden RI Nomor 108 pada tanggal 02 Mei 1964. Dan setiap tanggal lahirnya 21 April diperingati sebagai Hari Kartini. Kartini juga identik sebagai emansipasi bagi kaum perempuan.

Gerilya Kartini adalah memperjuangkan hak-hak perempuan demi mendapatkan pendidikan yang layak, sama halnya dengan laki-laki. Melalui lembaran-lembaran suratnya dengan lantang dia menuliskan, bahwa pendidikan adalah alat satu-satunya untuk mengangkat derajat perempuan dan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya peran perempuan dalam membangun peradaban.

Meski begitu Hari Kartini menuai berbagai perdebatan bagi kalangan masyarakat, yakni mengapa harus kartini. Kritikkan-kritikan yang disampaikan menganggap, bahwa Kartini merupakan perempuan dari kalangan bangsawan dan perjuangan yang dia lakukan hanya sebatas perjuangan lokal, khususnya Kabupaten Jepara.

Baca Juga :   Realisasi APBD Kepri Sampai April 2021 Sudah Tercapai 20,30 Persen

Bahkan disebut oleh Prof. Harja W Bachtiar, bahwa perjuangan Kartini hanya sebatas ide. Kritikan mengapa harus Kartini menuai polemik yang beragam di karenakan kedekatan Kartini dengan Belanda.

Bahkan dibalik berdirinya sekolah pertama Kartini yang dirikan pada tahun 1913 di Semarang atas prakarsa Conrad T van Deventer dari Belanda yang merupakan rekan dari ayah Kartini yang pada saat itu sebagai Bupati Jepara.

Lalu kritikan lain juga disampaikan mengapa harus Kartini, mengapa tidak dengan Dewi Sartika yang lebih dulu mendirikan sekolah bagi perempuan pada tahun 1910, atau mengapa bukan Rohana Kudus yang juga berhasil mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia pada tahun 1911 dan Rohana School pada tahun 1916, atau mengapa bukan Christina Martha Tiahahu yang turun ke medan perang pada usia 17 tahun, atau mengapa bukan Cut Nyak Dien perempuan pemberani yang tidak pernah tunduk pada Belanda dan juga turut mengangkat senjata berperang mengusir Belanda.

Baca Juga :   Cara Membantu Anak dalam Menjalani Pengobatan Penyalahgunaan Narkoba

Harja W Bachtiar mengatakan, bahwa penokohan Kartini ini tidak lepas dari campur tangan Belanda. Namun dari berbagai kritikan-kritikan yang disampaikan bagi penulis adalah tokoh perempuan seperti Kartini, Dewi Sartika, Rohana Kudus, Christina Marhta Tiahahu dan Cut Nyak Dien merupakan tokoh yang patut dijadikan contoh dan panutan, kita harus bangga memiliki tokoh perempuan seperti mereka karena mereka memiliki peran penting bagi kemajuan, kemandirian, keberanian dan kecerdasan bagi Perempuan Indonesia. Terlebih dari siapapun nama yang di abadikan untuk menjadi icon bagi Perempuan Indonesia.

Yang harus menjadi garis besar bagi perempuan adalah bagaimana melanjutkan perjuangan dari tokoh-tokoh perempuan yang lalu dengan tantangan dan kondisi yang berbeda. Dimana peringatan-peringatan hari besar perempuan tidak hanya dilakukan sebatas ceremonial.

Baca Juga :   Mantan Bupati Itu Terus Mengejar Mimpinya

Namun bagaimana kita merenung dan meneruskan cita-cita leluhur dengan menghapuskan diskriminasi gender, kekerasan pada perempuan, pelecehan seksual dan menghentikan pembodohan bagi perempuan. Karena dari rahim perempuanlah peradaban tercipta.

Penulis adalah Ketua Umum KOHATI Cabang Tanjungpinang-Bintan