Catatan Ferizal Ridwan : Kebijakan PHK dan Merumahkan THL Kebijakan Tidak Manusiawi, Pemkab Garmbarkan Pemerintahan Yang Zolim

Cmczone.com- Kebijakan PHK dan merumahkan THL pemkab adalah kebijakan tidak manusiawi, Tidak populer, non prosedural. pemkab gambarkan pemerintahan yang zolim dan juga bertentangan dengan Kontrak Politiknya, yang telah ditetapkan dalam RPJMD 2021 -2026

Hiruk pikuk rencana Pemda di PHK atau dirumahkannya 2.613 orang THL di limapuluh kota, akibat berbagai persoalan dan termasuk gagal bayar program/ kegiatan/proyek 2022, dan kekosongan Anggaran Pemda, disamping waktu kurang pas yang dilaksanakan setelah APBD 2023 berjalan, situasi sosial masyarakat memasuki bulan ramadhan, lebaran serta kebutuhan pendidikan anak sekolah, disamping itu juga dampak tersandranya kepemerintahan oleh beberapa persoalan yang dihadapi, Kami melihat kebijakan itu kurang pas dan tidak manusiawi, padahal Proses perekrutan Tenaga Harian (THL) merupakan kebijaksanaan Pemerintah daerah (PEMDA) sesuai dengan Hak Otonomi yang dimiliki, guna memperoleh Sumber Daya Manusia ( SDM ) yang trampil, profesional dan mandiri serta mempunyai Etos Kerja yang tinggi.

Setelah mempertimbangkan Fungsi dan Kegunaan THL dalam membantu pelaksanaan tugas — tugas sehari — hari dalam hal kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta pelayanan terhadap publik perekrutan terhadap Tenaga Harian Lepas ( THL ) sampai dengan tahapan proses Hubungan Kerja.

Hal tersebut sebagai tahapan proses awal dan perekrutan. Proses penerimaan diawali dengan adanya pemberitahuan atau pengumuman bisa secara lisan dan tertulis.
Dengan adanya pemberitahuan tersebut Calon Tenaga Harian Lepas ( THL ) segera bisa melengkapi syarat — syarat yang harus dipenuhi dengan menggunakan pedoman Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976 ( dalam pasal 3 ). dan titipan sebagai bapas budi ke Tim Sukses dan juga titipan pokir DPRD selama ini. Perjanjian Kerja yang berdasarkan peraturan – peraturan ketenagakerjaan agar tercipta suatu hubungan kerja yang baik dan harmonis. Kemudian ditetapkanlah Surat Keputusan ( SK ) Pengangkatan Tenaga Harian Lepas ( THL ) dan atau Kotrak Kerja yang dilakukan selama ini yang berguna untuk memperoleh Kepastian Hukum.

Peran Pemerintah Daerah dalam melidungi Tenaga Harian Lepas ( THL ) dengan Standart Upah Minimum Kabupaten / Kota ( UMK ) yang telah ditetapkan dalam Keputusan Bupati tentang Pemberian Honor bagi THL. Sebelum bupati menetapkan besarnya UMK melihat dahulu Ketetapan Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Propinsi dan Pengupahandengan dasar perhitungan melihat pada Peraturan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Per-17-Men/VIII/2005 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.

Disamping pengaturan hari dan jam kerja serta waktu istirahat bagi THL. Untuk hari kerja adalah 5 hari Senin sampai dengan Jum’at atau dengan kata lain 5 hari kerja untuk satu minggunya sesuai dengan pasal 77 ayat 2 Undang — Undang No. 13 Tahun 2003. Untuk jam kerja adalah 37 jam, 30 menit dalam satu minggunya, jumlah 37 jam 30 menit tidak melebihi aturan dalam Undang — Undang Ketenagakerjaan yang menyebutkan 5 hari kerja adalah 40 jam. Waktu istirahat dalam 1 hari kerja adalah 1/2 jam sesuai dengan yang diatur dalam Undang — Undang Ketenagakerjaan. Untuk istirahat mingguan diterima oleh THL adalah 2 hari Sabtu dan Minggu. Sedangkan untuk istirahat panjang pengaturannya disamakan dengan pengaturan cuti besar bagi PNS.

Baca Juga :   Gurihnya Gulai Kambing Kelok Soriak Lembah Harau

Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang mewajibkan status kepegawaian di instansi pemerintah terdiri dari 2 (dua) jenis kepegawaian, yaitu pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Kebutuhan tenaga lain seperti pengemudi, tenaga kebersihan dan satuan pengamanan dapat dilakukan melalui tenaga alih daya (outsourcing) oleh pihak ketiga.

Pemberlakukan tersebut dimulai 28 November 2023, yaitu 5 tahun setelah diundangkannya PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.

Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK)/Bupati diamahkan untuk diminta menyusun langkah strategis penataan pegawai non ASN/ tenaga honorer sebelum batas waktu tersebut. posisi pemetaan ini yang terabaikan selama ini sementara di pemerintah pusat dan daerah laian Kebijakan Penataan Pegawai Non-ASN.

Sebenarnya komitmen pemerintah untuk menata pegawai non ASN/ tenaga honorer telah dilaksanakan sejak 2005 melalui berbagai kebijakan, antara lain PP Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, yang kemudian diubah dengan PP Nomor 43 Tahun 2007 dan terakhir diubah dengan PP Nomor 56 Tahun 2012.

Kemudian pada 2014 terbit UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara beserta aturan turunannya, antara lain PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang kemudian diubah dengan PP Nomor 17 Tahun 2020 dan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.

Kondisi di lapangan menunjukkan, cukup banyak nomenklatur jenis pegawai di Pemda Limapuluh kota selain PNS dan PPPK, seperti: Tenaga Honorer, Tenaga Ahli, Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN), Pegawai Kontrak, Pegawai Tidak Tetap (PTT), Tenaga Pendamping, Sukarelawan, dan sebagainya, dengan tingkat pendidikan, keahlian dan standar gaji yang berbeda-beda. dan pada Agustus 2017 pernak dilakuakan Apel THL,PTT, HONORER, dan atau sebutan lainya terdapat 8.146 orang di kabupaten limapuluh kota, dan terbanyak di Sekolah dan di instansi Kesehatan.

Baca Juga :   Diduga Merusak Habitat Mangrove di Kawasan Mandeh, LSM Lingkungan akan Gugat Pemilik Villa

Jangka waktu penataan pegawai non ASN/ tenaga honorer sudah sangat dekat, yaitu sebelum 28 November 2023. PP Manajemen PPPK mengamanatkan, Sebenarnya PPK di instansi pemerintah untuk tidak melakukan perekrutan pegawai non ASN/ tenaga honorer. Namun rekrutmen terus dilakukan yang membuat permasalahan pegawai non ASN/ tenaga honorer tidak berkesudahan hingga saat ini.

Masalah yang kemudian muncul adalah kekuatan anggaran masing-masing instansi pemerintah untuk membiayai PPPK dan tenaga alih daya (outsourcing). UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah (HKPD) memberikan penekanan mengenai batas maksimal belanja pegawai sebesar 30% dari APBD dan batas minimal belanja modal minimal sebesar 40% dari APBD.

Hal tersebut diperlemah oleh politik anggaran tidak berada di Tangan bupati sehingga anggaran menjadi liar dan tidak terlendali. dan persoalan tersebut menjadi bom waktu.

Penerapan kebijakan tersebut disamping tidak manusiawi dan tidak memperhatikan kondisi sosial THL dan juga menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlangsungan pelayanan publik yang akan terkendala, setelah diberlakukan disamping peta analisis kebutuhan tidak dipedomani atau tidak bersifat terbuka.

di sisi lain langkah Strategis Perlu dilakukan pemetaan kebutuhan SDM organisasi sesuai analisis jabatan dan analisis beban kerja. pemerintah daerah melakukan pendataan dan pemetaan pegawai non ASN/ tenaga honorer di masing-masing instansi Pemda untuk melamar sebagai CPNS dan CPPPK sesuai hasil pemetaan kebutuhan SDM di instansi tersebut.

Diharapkan pelaksanaan seleksi CPNS dan CPPPK terhadap pegawai non ASN/tenaga homorer agar disesuaikan dengan substansi tugas dan pekerjaan yang diemban selama ini. Karena secara substansi, pegawai non ASN/ tenaga honorer sangat ahli di bidangnya masing-masing.

Jika pelaksanaan seleksinya disamakan dengan seleksi umum, akan sulit bersaing dan lolos, padahal keahlian mereka sangat dibutuhkan oleh instansi tersebut. dan mestinya penerimaan PPPK tahun 2022 dan 2023 tersebut bukan bersifat terbuka dan akan tetapi mesti dikunci pada mereka yang telah THL di Limapuluh Kota. dalam masa tugas lebih 2 tahun.

Bila kita cermati Saat ini Pemerintah sudah membuka seleksi CPPPK melalui jalur afirmasi, di mana ada tambahan nilai seleksi kompetensi teknis kepada guru honorer dengan masa kerja 3 tahun sesuai Permenpan RB No. 20 Tahun 2022 tentang Pengadaan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja untuk Jabatan Fungsional Guru pada Instansi Daerah Tahun 2022 dan 2023, Tentu Diharapkan seleksi jalur afirmasi ini juga dapat diterapkan untuk seleksi CPPPK Jabatan Fungsional lainnya yang terdapat dalam Keputusan Menteri PAN dan RB Nomor 76 Tahun 2022 tentang perubahan atas KepmenPAN RB Nomor 1197 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional yang dapat diisi oleh PPPK.

Baca Juga :   Luar Biasa! Pemandangan 5 Gunung Sumatra Barat Dari Bukik Soriak Land Lembah Harau

Sesuai Visi Misi Dalam RPJMD Mestinya pemda dapat melakukan kerjasama/kemitraan dengan swasta yang bergerak di bidang penyaluran tenaga alih daya (outsourcing). Pegawai non ASN/ tenaga honorer yang selama ini mengabdi di instansi pemerintah, yang tidak terserap melalui jalur CPNS dan CPPPK agar dapat direkrut dan disalurkan oleh pihak swasta yang menyalurkan tenaga alih daya (outsourcing) tersebut, sehingga dapat dipekerjakan kembali di Pemda, sesuai kebutuhan dengan mekanisme outsourcing.

Pemda juga dapat melakukan kerja sama/ kemitraan dengan kementerian ketenagakerjaan maupun dinas ketenagakerjaan yang ada di daerah untuk dapat memberikan pelatihan-pelatihan kepada pegawai non-ASN/ tenaga honorer yang selama ini sudah mengabdi di Limapuluh Kota untuk dapat disalurkan ke BUMN/ BUMD maupun perusahaan swasta yang membutuhkan.

Pemda juga dapat mengirimkan THL tersebut sebagai tenaga pegawai dan perangkat di Nagari sekaligus bertujuan memperkuat manajemen pemerintahan Nagari.

Sambil menunggu Pemerintah pusat melakukan langkah strartegis, yakni,
pertama, merevisi PP Nomor 49/ 2018 terkait batas waktu penghapusan pegawai non ASN/ tenaga honorer. Untuk Kementerian dan Lembaga, penghapusan pegawai non ASN/ tenaga honorer tetap dilaksanakan sesuai jadwal semula, yakni (28 November 2023,) tetapi untuk pemerintah daerah Pemda , penghapusan pegawai non ASN/ tenaga honorer perlu ditambah minimal dua tahun lagi menjadi 28 November 2025. Diharapkan dengan tambahan waktu dua tahun tersebut, pemerintah daerah dapat menata pegawai non ASN/ tenaga honorer di daerah.

Tentunya, pemerintah menyiapkan tambahan alokasi anggaran untuk pengadaan CPPPK pada instansi pemerintah dengan memanfaatkan masa transisi lima tahun untuk melakukan penyesuaian besaran persentase belanja terhadap APBD sesuai UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah (HKPD). Masa transisi tersebut dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk penataan SDM, termasuk di dalamnya pengadaan CPPPK, dengan tetap memegang teguh prinsip efisiensi dan efektivitas organisasi.

Berdasarkan masukan dan kajian diatas diperlukan langkah langkah strategis, kemauan dan keberanian PPK atau Bupati menetapkan Strategi yang terukur dan terkendali, disamping pemetaan kebutuhan serta analisanya yang tentu terukur pula dalam suatu peraturan Bupati.

 

Pak’Sa