Berita  

Penyidik Tak Bisa Lengkapi Petunjuk JPU Hingga Habis Masa Tahanan, Alek Sander Bebas Demi Hukum

PEKANBARU, cMczone.com – Makna Equality Before The Law ditemukan di hampir semua konstitusi negara. Inilah norma yang melindungi hak asasi warga negara.

Kesamaan di hadapan hukum berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintah. Maka setiap aparat penegak hukum terikat secara konstitusional dengan nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam praktik.

Secara universal Equality Before The Law sudah menjadi prinsip hukum dan kenegaraan yang mensyaratkan adanya hukum dan diberlakukan bagi setiap orang.

Sedangkan tekstual, Equality Before The Law tertulis dalam dokumen hukum yang induk aturan hukum yang menegaskan bahwa aturan hukum berlaku bagi semua orang ditempat hukum tersebut berlaku.

Sebaliknya, dari sisi hukum, bisa dilihat bahwa hukum tidak membiarkan dirinya hanya untuk menguntungkan sejumlah pihak tanpa alasan yang sah dimuka hukum. Jika ada pengecualian maka hal tersebut mengkhianati konsep hukum.

Lebih jauh, salah satu unsur penting dalam hukum adalah substansinya yang patut memuliakan manusia.

Perumusan Equality Before The Law di Indonesia tertuang dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Equality Before The Law tertuang dalam UUD 1945. Lebih detailnya, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menerangkan bahwa segala warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum tersebut tanpa adanya pengecualian.

Baca Juga :   Ketum HMI Cabang Payakumbuh dan Limapuluh Kota Kritik Tajam Bupati Safaruddin Atas Dugaan Fasilitasi Caleg Lewat Program Pemerintah

Dalam KUHAP pada Bagian menimbang huruf a menerangkan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Equality Before The Law juga ditegaskan dalam UU HAM. Pasal 3 ayat (2) UU HAM menerangkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

Dari uraian diatas seharusnya menjadi tolok ukur Penyidik Polres Rokan Hilir dalam melakukan penyidikan terhadap tersangka Alek Sander yang hingga kini belum mandapatkan kepastian hukum.

Hal ini di ungkapkan oleh kuasa hukum Alek Sander, Advokat Dr. Yudi Krismen, SH.,MH usai menerangkan konsep Equality Before The Law yang di kutipnya dari berbagai sumber.

Dr Yudi Krismen merujuk dari rangkaian proses hukum yang telah dijalani oleh kliennya mulai dari penyelidikan hingga penyidikan, dilakukan penahanan terhadap kliennya selama 20 hari di kepolisian, kemudian dilakukan perpanjangan  penahanan oleh jaksa selama 40 hari. Lepas perpanjangan oleh jaksa, dilakukan penahanan  pengadilan selama 30 hari dan terakir pada Pengadilan Tinggi selama 30 hari. Sehingga Alek Sander telah menjalani penahanan lebih kurang selama 4 bulan.

Baca Juga :   Diduga Kadisparpora Limapuluh Kota Ancam Wartawan Yang Menghubungi Untuk Mengais Informasi

Tetapi dalam kurun waktu penahanan yang dijalani oleh kliennya, advokat yang akrab dengan sapaan Dr YK itu mengungkapkan pihak penyidik tidak bisa melengkapi petunjuk-petunjuk dari jaksa penuntut umum tentang kelengkapan berkas terkait dengan fakta fakta hukum, karenanya  penuntut umum tidak bisa mengeluarkan dokumen P-21 yang menandakan bahwa berkas perkara telah lengkap, siap untuk diajukan ke pengadilan.

“hal ini berarti Perkara Alek Sander tidak bisa dilanjutkan ke penuntutan di Pengadilan. Dengan begitu Penyidik tidak bisa lagi melakukan penahanan kepada  Alek Sander, melainkan Alek Sander harus dibebaskan demi hukum karena penyidikan dianggap gugur,” Pungkas Dr YK.

Dalam perkara kliennya ini, Dr Yudi Krismen mengingatkan kepada penegak hukum agar segera memberi kepastian hukum terhadap kliennya sesuai dengan amanat UU HAM. Dalam Pasal 3 ayat (2) UU HAM menerangkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

Baca Juga :   Ternyata, Pencapaian Progul Bupati Limapuluh Kota Safaruddin Kalah Sama Wali Nagari Balai Panjang

“Karena secara yustisia, penyidik yang menangani perkara kliennya tidak bisa membuktikan kelengkapan dari pada berkas perkara untuk syarat dilakukan penuntutan oleh jaksa penuntut umum hingga batas waktu tidak di tentukan peraturan perundang undangan”Katanya.

Selanjutnya, Dr. YK menghimbau kepada penyidik yang menangani perkara kliennya agar bertindak dan tunduk sesuai dengan aturan yang berlaku atau Role of the law.

“Dengan memaksakan penahanan kembali terhadap klien kami sama saja dengan bertindak Arogan,”Ucap Dr. YK.

Ditegaskan oleh Dr. YK, “Kalau memang tidak di temukan bukti terhadap orang yang di tuduhkan kepada klien kami, maka jangan dipaksakan, jangan gunakan kekuasaan yang di berikan oleh negara secara sewenang wenang hingga of power, karena prinsip dasar hukum itu untuk melindungi hak asasi manusia (due process of law). Dan ingat, sebagai seorang aparat penegak hukum terkait secara konstitusional dengan nilai keadilan yang harus di wujudkan dalam praktik”Tutup Dr. Yudi Krismen, SH, MH. (Red/One)