“PRESFEKTIF PILPRES DI MATA HUKUM”

Jambi,(cMczone.com) – Sudut pandang hukum tata usaha Negara, terhadap Quick Count ( hitung cepat -red ) secara umum Sekedar survei atau perkiraan atau prediksi semetara terhadap hasil PEMILU bukanlah hasil pinal yg inkrah dan mengikat secara hukum.

Hal inilah yang membuat pak Jokowi tidak berani Deklarasi kemenangan seperti pak PRABOWO. padahal Hasilnya memenangkan Jokowi lebih dari 50 %.

Tidak seperti sa’at Pilpres 2014 lalu, begitu hasil quick counts langsung deklarasi kemenangan.

Apakah penyebab nya …????

Mari kita kupas dari sudut pandang hukum karena negara kita adalah NEGARA HUKUM berdasarkan PANCASILA dan UUD 1945.

Kita ulas duluh UUD 1945 Pasal 6A Ayat 3 yang berbunyi :

“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap provinsi yang tersebar dilebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.”

Kalau kita lihat dalam inti dari pasal tersebut ada 3 poin syarat untuk
memenangkan Pilpres :

1. Suara lebih dari 50%

2. memenangkan suara di 1/2 jumlah provisnsi (17 Provinsi)

3. Di 17 Provinsi lainnya yang kalah minimal suara 20%

Syarat yang teeumus dalam pasal tersebut memang didesains agar presiden terpilih mempunyai acceptibility yang luas di berbagai daerah yang ada di NKRI.

Padam umumnya kita orang awam hanya mengetahui sebatas kemenangan di atas 50% saja. Padahal, itu belumlah cukup untuk di katakan memenangkan pemilu.

Undang-undang telah memberi syarat – syarat yang baku dan akuntabel. beberapa poin tambahan, selain sekadar meraup lebih dari 50% SUARAH saja.

Kita liat contoh yang dapat kita gambarkan. penduduk di pulau Sumatra yang berpopulasinya lebih dari separuh penduduk Indonesia, alias lebih dari 50% penduduk Indonesia.

Misal nya Jokowi Menang mutlak 100% di seliruh pulau Sumatra namun kalah telak di luar pulau Sumatra (yang berarti menang lebih dari 50% suara) tidak berarti memenangkan pilpres di Indonesia!

Baca Juga :   Luarbiasa. Indonesia Impor Garam

Dalam hukum pelaksanaan Pilpres di Indonesia memberikan syarat tambahan selain meraup lebih dari 50% SUARAH pemilih sah tersebut.

Syarat pemenang pilpres di Indonesia, adalah. :

Memenangkan pilpres di Indonesia itu minimal 1/2 dari jumlah provinsi di Indonesia (17 propinsi). Yang harus di kuasai.

Artinya, walau Jokowi meproleh suara lebih dari 50%, tapi hanya berasal dari sejumlah kecil provinsi, yang ada di Indonesia, maka kemenangan tersebut tidak sah.

Di lihat juga Pada provinsi-provinsi yang kalah, jumlah suara yang diraup tidak kurang dari 20%. SUARAH.

Artinya, walau menang di lebih dari 1/2 jumlah propinsi di Indonesia, namun ada provinsi yang minim pendukung pasangan tersebut, maka kemenangan tersebut juga tidak sah.

Kalau menurut saya Deklarasi Kemenangan Jokowi Kemaren yang dilakukan TKN oleh Moeldoko tanpa di hadiri oleh Jokowi adalah Deklarasi kemenangan yang dipaksakan hanya sekedar menutupi rasa Malu karna Kemenangan versi Quick Count ( hitung cepat -red )

Kemenangan tersebut tidak memenuhi 2 ( dua – red ) syarat lainnya yaitu : hanya menang di 14 Provinsi dari 32 provinsi yang ada dan ada beberapa daerah (menurut hasil Quick Count – red ) Jokowi mendapat dibawah 20% suara menurut Survei Quick Count Indo Barometer.

Provinsi yang Jokowi kalah di bawah 20 % suarah diantaranya :

1. Aceh dengan DPT: 3.523.774 Jokowi-Ma’ruf: 17,12% – Prabowo-Sandi: 82,88% suarah.

2. Sumbar dengan DPT:3.718.003 Jokowi-Ma’ruf: 9,12% – Prabowo-Sandi: 90,88%.

Berbeda dengan kemenangan Jokowi di 2014 dimana kemenangannya (menurut Quick Count) kurang lebih 22 Provinsi dengan rata² Persentase 52%.

Mengapa pak Jokowi nggak berani hadir di Deklarasi Kemenangannya yang di adakan oleh TKN. Walau hasil Quick Count hasilnya mengunggulkan. Pak Ir. Joko Widodo.

Sekarang kita lihat lebih dalam lagi bagai mana dasar hukum nya ( pondation of jastitia ) agar presiden dan wakil terpilih bisa di Lantik.

CAPRES DAN CAWAPRES YANG BISA DILANTIK APABILA MEMENUHI SYARAT  YANG DITENTUKAN DALAM        PASAL 6A AYAT (3) UUD 1945 JO PASAL  416 AYAT (1) (2) UU NO. 7 TAHUN 2017.

Baca Juga :   PUPR Bangun Masjid di Perbatasan Pekanbaru-Kampar

Ini ketentuan yang diatur dalam Pasal 6Aayat (3) UUD 1945 sudah jelas dan terang benderang serta tidak perlu lagi ditafsirkan yang kekana dan kemiri, apalagi di robah dengan PERPU ATAU SEJENIS nya. karena perubahan UUD 1945 ( Amandemen -red )

Jadi calon presiden dan wakil presiden hanya bisa di Lantik oleh MPR – RI. dengan syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat 3 UUD 1945. Ini pinal dan baku.

Kemudian di perkuat lgi oleh UU No. 7 tahun 2017 tentang Syarat menentukan Calon Presiden Dan CaWAPRES  yang dapat dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden, kita lihat bersama sebagaimana ditentukan dalam  UU No. 7 Tahun 2017  BAB XII PENETAPAN PEROLEHAN KURSI DAN CALON TERPILIH DAN PENETAPAN PASANGAN CALON TERPILIH

Pada Bagian Kesatu
Penetapan Perolehan Suara Presiden dan Wakil Presiden ; Pasal 416 menentukan. :

1. Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen – red) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20%(dua puluh persen – red ) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah – red) jumlah provinsi di Indonesia.

2. Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat satu (1- red ), dan ayat dua ( 2 – red ) Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

3. Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 (dua) Pasangan Calon, kedua Pasangan Calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

4. Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh (tiga – red ) Pasangan Calon atau lebih penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.

5. Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 (satu – red ) Pasangan Calon penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.

Baca Juga :   Personel Satgas Pamtas RI-PNG Yonif 125 Bantu Evakuasi Seorang Ibu Yang Mau Melahirkan

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka syarat mutlak untuk Calon presiden dan calon Wakil Presiden dapat dilantik menjadi Presiden dan Calon Presiden harus memunuhi syarat Pasal ^Aayat (3) UUD 1945 Jo Pasal 415 UU No. 7 Tahun 2017;

Adalah. :

”Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden”

Merujuk pada Putusan MK No; 50/PUU-XII/2014. Putusan pengadilan bukan lah undang – undang yang mengikat sebenarnya. yurisprodensi dalam hukum Indonesia tidak di kenal atau bukan la tolak ukur tapi sekedar perspektif hukum saja sebagai pelajaran tidak bisa di jadikan dasar.

Jadi Putusan MK tersebut ngak ada Relevansinya dengan PEMILU PRESIDEN TAHUN 2019;

Lalu bagaimana kaitannya dengan pasal 159 ayat 1 UU NO 4 Tahun 2008.

Apalagi UU No. 4 Tahun 2008 telah dicabut berdasarkan Pasal 517 UU No. 7 Tahun 2017;  Sehingga yuridis terkait PILPRES TAHUN 2019 yang berlaku adalah “”Pasal 416 UU No. 7 tahun 2017 tentang PEMILIHAN UMUM “”

LNRI TAHUN 2017 NOMOR 182; MAKA secara hukum dilantik atau tidaknya CAPRES DAN CAWAPRES harus memenuhi syarat yang telah ditentukan baik dalam pasal 6A ayat (3) UUD 1945 Jo Pasal 416 UU No. 7 tahun 2017, dimana harus mendapatkan perolehan suara 50 % lebih dan memperoleh sedikitnya 20 % suara disetiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ jumlah provinsi di Indonesia;
dan Apabila hal ini tidak terpenuhi haruslah dilakukan Pemilihan Umum Ulang.
Kalau dari sudut pandang hukum aturan itu mutlak, tentang hasil pemiluh tahun 2019 kita lihat apakah ada pemenang yang bisa di Lantik atau harus di pilih ulang…semua kita tunggu hasil keputusan KPU.

OLEH : DIAN BURLIAN SH.MA.