Menanti Produk Hukum yang Visioner Berbasis Akselerasi Peradaban Teknologi

Jakarta ( cMczone.com ) RUU KUHP yang rencananya ingin segera di-sah-kan tapi praktiknya molor terus, memberikan ilustrasi bahwa membuat sebuah produk hukum itu tidak mudah. Padahal istilahnya hanya tinggal mengedit KUHP produk Belanda sekian puluh tahun yang lalu. Apalagi ketika berkeinginan membangun sebuah konstruksi hukum yang visioner, yaitu yang mampu beradaptasi dan mengantisipasi loncatan teknologi yang banyak merubah tatanan peradaban.

Pemerhati Hukum dan Teknologi Dede Farhan Aulawi ketika ditemui Jum’at (25/10) di ruang kerjanya mengatakan bahwa membuat produk hukum yang visioner itu tidaklah mudah. Ada banyak hambatan dan kendala terkait kualitas SDM, keberpihakan pemangku kepentingan, dan lainnya. Padahal lompatan-lompatan teknologi yang luar biasa akan sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia, termasuk perubahan modus – modus kejahatan.

Baca Juga :   Tips Pencegahan Virus Corona Versi Kodim 0315/Bintan

Dede juga teringat tulisan DR. Tauhid yang banyak menguraikan hal – hal di atas. Coba bayangkan ketika sedang menaiki kereta di penghujung abad ke 25, dimana teknologi fuel cell berbasis hidrogen dan juga fisi nuklir. Reaksi pembelahan inti atom akibat “ditubruk” inti atom lain akan menghasilkan energi serta atom baru yang bermassa lebih kecil diikuti adanya radiasi elektromagnetik, telah masuk museum dan dianggap bagian dari masa lalu yg usang. Kereta kita di abad 25 sudah menggunakan catudaya sejenis plasma yang didapatkan dari reaksi anihilasi (annihilation) partikel sub atomik yg ditabrakkan dengan partikel anti matter (anti matter). Tercapailah optimasi energi untuk menggerakkan berbagai moda pada kecepatan mendekati cahaya ( 299.792.458 meter/detik).

Terjadilah fenomena anomali atau fenomali. Benda bermasa dengan momentum yang bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya akan mengalami kontraksi. Pada kecepatan 13.400.000 m/s (30 juta mph, 0.0447c) kontraksi panjang atau Lorentz adalah 99.9% dari panjang saat diam. Sedangkan pada kecepatan 42.300.000 m/s (95 juta mph, 0.141c), panjangnya sekitar 99%.

Baca Juga :   Rusdi Bromi : Jika Ada Korban, Kami Akan Gugat PLN dan Haleyora

Ketika semakin mendekati kecepatan cahaya, maka efeknya semakin terlihat. Benda akan memendek/berkontraksi dan mengalami transformasi Lorentz. Artinya semakin cepat kita bergerak maka akan terjadi dematerialisasi atau setidaknya rekonfigurasi dari konstruksi entitas bermateri. Perubahan konformasi, termasuk pada karakter atom dan partikel sub atomik lainnya akan membawa kita mendekati konsep “makhluk cahaya” yang tidak lagi dibatasi oleh konsep/dimensi ruang dan waktu.

Adakah keabadian akan dapat kita gapai jika berhasil menembus batas dimensi yang dipagari ruang dan waktu ?

Adakah “langit” yang dapat kita tembus ? Dengan apa ? “Sulthon”, tentu saja.

Daya dan gaya anugrah Sang Maha Daya. Adakah “lubang cacing” yang dapat menghantar kita melalui sistem transportasi non vektorial yg masih memerlukan sinus-cosinus dan panjang kali lebar serta titik absis ordinat pada 2 sumbu maya yg saat ini kita yakini dan rasakan ada ?

Baca Juga :   PLN Angkat Bicara Terkait Jaringan Listrik di Bandar Negeri Suoh

Uraian di atas hanya sebagian contoh kecil, perubahan perilaku dan peradaban yang harus mulai dibaca dan diantisipasi. Rasanya tidak perlu harus menunggu dulu sebuah “peristiwa”, lalu kita baru mulai berfikir untuk membuat aturan hukumnya. Tentu tidak perlu mendatangi dukun atau paranormal, karena prognosa masa depan bisa diartikulir dari berbagai terobosan teknologi yang sedang dan akan dilakukan. Ungkap Dede menutup perbincangan.