In-depth Interview, Metode yang Digunakan Kompolnas dalam Penelitian Sisbinkar Polri

Jakarta ( cMczone.com ) Setiap penelitian ilmiah yang dilakukan tentu harus memenuhi kaidah-kaidah ilmiah. Termasuk teknik dan cara melakukan pengumpulan data. Di samping kuesioner dan studi dokumen, masih ada yang disebut wawancara. Salah satunya teknik wawancara mendalam atau yang biasa disebut In-depth Interview.

Komisioner Kompolnas RI Dede Farhan Aulawi ketika ditemui seusai melakukan penelitian di kantornya, Jum’at (13/12) mengatakan bahwa wawancara merupakan bagian dari metode kualitatif. Dalam metode kualitatif, ada yang disebut dengan teknik wawancara-mendalam (In-depth Interview). Pengertian wawancara-mendalam (In-depth Interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawncarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. Ujar Dede.

Dalam teknik wawancara mendalam dilakukan penggalian secara mendalam terhadap satu topik yang telah ditentukan (berdasarkan tujuan dan maksud diadakan wawancara tersebut) dengan menggunakan pertanyaan terbuka. Penggalian dilakukan untuk mengetahui pendapat mereka berdasarkan perspective responden dalam memandang sebuah objek.

Baca Juga :   you Surprisingly Valuable Way To Japanese Mailbox Order Wedding brides at JapaneseMailOrderBride. com

Selanjutnya Dede juga mengatakan bahwa teknik wawancara ini dilakukan oleh seorang pewawancara dengan mewawancarai satu orang secara tatap muka (face to face). Adapun kegunaan atau manfaatnya adalah dapat menggali informasi yang lengkap dan mendalam mengenai sikap, pengetahuan, dan pandangan responden mengenai suatu objek yang sedang diteliti.
Responden dengan leluasa dapat menjawab pertanyaan yang diajukan tanpa adanya tekanan dari orang lain atau rasa malu dalam mengeluarkan pendapatnya.

Alur pertanyaan dalam wawancara dapat menggunakan pedoman (guide) atau tanpa menggunakan pedoman. Jika menggunakan pedoman (guide), alur pertanyaan yang telah dibuat tidak bersifat baku tergantung kebutuhan di lapangan.

Sedangkan kelemahan dari wawancara-mendalam ini adalah adanya keterikatan emosi antara ke duanya (pewawancara dan orang yang diwawancarai), untuk itu diperlukan kerjasam yang baik antara pewawancara dan yang diwawancarainya. Agar hasil dari wawancara tersebut sesuai dengan tujuan penelitian, diperlukan keterampilan dari seorang pewawancaranya agar nara sumbernya (responden) dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.

Baca Juga :   Melalui Vicon, KSAL Panen Raya bersama Satuan TNI-AL di Seluruh Indonesia

Beberapa teknik dalam wawancara agar berjalan dengan baik, adalah (1) Menciptakan dan menjaga suasana yang baik, misalnya dengan cara menanyakan biodata responden agar suasananya nyaman, (2) Mengadakan probing, yaitu menggali keterangan yang lebih mendalam jika (a) Jawaban tidak relevan dengan pertanyaan, (b) Jawaban kurang jelas atau kurang lengkap, dan (c) Ada dugaan jawaban kurang mendekati kebenaran.

Di samping itu, pewawancara diharapkan tidak memberikan sugesti untuk memberikan jawaban-jawaban tertentu kepada responden yang akhirnya nanti apa yang dikemukakan (pendapat) responden bukan merupakan pendapat dari responden itu sendiri. Juga Intonasi suara dan Kecepatan berbicara harus diperhatikan agar responden dapat mencerna apa yang ditanyakan sehingga memberikan jawaban yang diharapkan oleh pewawancara. Termasuk
kepekaan nonverbal dalam melihat gerakan dari bahasa tubuh yang ditunjukan oleh responden, misalnya responden merasa tidak nyaman dengan sikap yang ditunjukan oleh pewawancara, pertanyaan atau hal lainnya. Karena hal ini dapat menyebabkan informasi yang diterima tidak lengkap.

Baca Juga :   Sah.., Listyo Sigit Prabowo Disetujui Komisi III DPR RI Sebagai Kapolri

Satu hal lagi yang tidak boleh lupa untuk dilakukan dalam pembuatan report serta analisa wawancara-mendalam, diperlukan alat dokumentasi seperti (1) Recoder (alat perekam suara) untuk memudahkan pewawancara mengingat kembali mengenai wawancara yang telah dilakukan sehingga dapat membantu dalam pembuatan report dan analisanya, (2) Kamera untuk kepentingan arsip dan juga untuk mencegah terjadinya pelaksanaan wawancara dengan responden yang sama agar informasi yang diberikan tidak bias, dan (3) Catatan lapangan
sebagai informasi tambahan (faktor pendukung) dalam melakukan analisa. Pungkas Dede menutup keterangan.