Hipnodontik Mampu Menurunkan Hormon Kortisol Saliva, Pencetus Kecemasan Saat Pengobatan Gigi

Jakarta ( cMczone.com ) Zaman terus berubah, ilmu terus bertambah dan teknologi semakin berkembang. Pasien – pasien di berbagai tempat pengobatan sangat berharap jasa pelayanan kesehatan di tempat – tempat pelayanan kesehatan sangat memuaskan. Kepuasan secara umum dilihat dari aspek pelayanan yang terkait dengan Clinical Skill dan Medical Communication Skill. Jika keterampilan medis memiliki tolok ukur dari penyelesaian pendidikan formal yang sudah ditempuhnya, namun keterampilan komunikasi harus ditambahkan dari pembelajaran tambahan ataupun jam terbang komunikasinya. Berbagai teori yang mengaitkan aspek keterampilan komunikasi dengan daya sembuh pasien ternyata sangat berkorelasi, karena sugesti pasien terhadap cara pengobatan, keyainan akan dokternya serta obat yang diminum sangat berpengaruh terhadap penyembuhan. Oleh karena itu, keterampilan komunikasi di dunia medis sangat diperlukan. Salah satunya adalah keterampilan komunikasi sugestif di bidang pengobatan gigi yang dikenal dengan istilas Hipnodontik.

Pada kesempatan ini media mewawancara Praktisi Hypnosys Dede Farhan Aulawi di Jakarta, Selasa (14/1). Dede mengatakan bahwa ilmu hipnosis itu ilmiah dan tidak ada hubungan dengan sesuatu yang berbau klenik. Sebelumnya orang awam kebanyakan mengenal ilmu hipnosis sebagai ilmu yang dikaitkan dengan hal – hal yang berbau mistik, padahal ini ilmu yang ilmiah dan bisa dipelajari dan dipraktekan oleh siapapun. Di masyarakat dikenalnya hipnotis, padahal hipnotis itu adalah orangnya, yaitu orang yang bisa menghipnosis. Jadi kalau ilmu bahasanya hipnosis, bukan hipnotis. Jelas Dede

Selanjutnya Dede juga menjelaskan tentang penerapan ilmu hipnosis di bidang pengobatan atau kedokteran gigi yang disebut dengan hipnodontik.Hipnodontik atau hypnodontia adalah suatu praktik di dalam kedokteran gigi yang memanfaatkan prosedur dan teknik komunikasi hipnosis untuk mendukung dan memudahkan praktik perawatan/ pengobatan gigi pada pasien. Dalam hal ini, sang dokter ggi tentu dituntut  kemampuan dalam melakukan komunikasi interpersonal yang bersifat persuasif dan sugestif. Secara etimologis, kata “hipnodontik” berasal dari bahasa Inggris hypnodontics yang merupakan gabungan dari kata “hypnosis” dan “odontic”.

Dalam konteks kedokteran secara umum, hipnosis dipahami sebagai sebuah keadaan dimana kesadaran pasien terhadap dunia sekitarnya, termasuk sensasi-sensasi somatik, berubah menjadi lebih nyaman di dalam pikirannya dan berefek pada sensasi di tubuhnya. Dalam tinjauan sejarah, praktek ini sebenarnya sudah berlangsung sangat lama yaitu sekitar 5000 tahun yang lalu di Mesir dan India yang mempraktikkan hypno-anesthesia. Sementara masyarakat Eropa dan AS lembaga British Medical Association (BMA) di Inggris pada tahun 1893 mendirikan The Society for Physical Research (SPR) yang bertugas mempelajari fenomena parapsikologi dan hipnotisme.

Baca Juga :   Satlantas Polres Kampar Gelar Bakti Sosial, Sumbang Material dan Goro di Masjid

Kemudian Dede juga mengatakan bahwa dalam kontek perawatan/ pengbatan gigi banyak orang yang merasa takut dan cemas untuk datang ke klinik – klinik gigi. Istilahnya orang sudah membayangkan rasa sakit terlebih dahulu, sebelum pengobatan itu sendiri dimulai. Untuk mengatasi kecemasan tersebut, dokter gigi umumnya memberi obat antidepresan ataupun nitrous oxide dan oksigen agar pasien kooperatif dalam menjalani proses pengobatan atau rawat gigi. Sebenarnya penggunaan bahan kimia tersebut tidak diperlukan jika dokter giginya memiliki kemampuan komunikasi yang baik khususnya menguasai prosedur dan teknik hipnosis. Dengan hipnosis pasien dapat dibimbing untuk mengalami dan merasakan ketenangan, kenyamanan bahkan kegembiraan di tengah dan setelah proses perawatan gigi. Ujar Dede.

Hipnosis sebenarnya menekankan pada pengembangan penggunaan sugesti serta akibat psikosomatiknya. Jadi jangan diartikan pengobatan dengan hipnosis, melainkan terapi atau proses perawatan dalam keadaan terhipnosis sehingga pasien dapat diberikan sugesti-sugesti untuk mencapai kesembuhan atau kesehatan. Demikian juga dalam praktek Hipnodontik akan sangat membantu keberhasilan pengobatan gigi, khususnya bagi pasien-pasien yang mengalami trauma terhadap perawatan gigi. Adapun faktor – faktor penentu keberhasilannya adalah kemampuan atau jam terbang dari dokternya, kemampuan subjek dalam menerima sugesti (susceptibility) dan kondisi tempat yang kondusif.

Baca Juga :   Baleho Caleg Partai Berkarya Hilang Tengah Malam,  Nomor urut 9 Dapil Duri Kec, Terharu dan Bangga.

“ Praktek hipnodontik harus dilakukan oleh dokter gigi yang terlatih dan menguasai teknik hipnosis dengan baik. Sebelumnya harus ada kesepakatan antara pasien dengan dokter gigi untuk melakukan hipnoterapi. Termasuk penjelasan tentang hipnodontik agar persepsi yang terbentuk dalam tingkat sadar sejalan dengan persepsi bawah sadarnya. Begitupun dengan ruangan yang mendukung, yaitu ruangan yang tenang, agak redup dan jauh dari bising “, kata Dede.

Bilamana keadaan dimana anaesthesia lengkap tidak dapat dicapai, maka anestikum kimia tetap dapat diberikan agar kekebalan yang terjadi karena suntikan ini dapat menambah sugesti untuk memperoleh keadaan anestesi yang lebih baik pada kunjungan berikutnya. Sementara itu, untuk mengurangi ansietas dental (kecemasan) dan meningkatkan rasa nyaman pada pasien, dapat dilakukan melalui intervensi  Dental Hypnosis-Komunika Hipnodontik yang terbukti mampu menurunkan kadar hormon kortisol saliva sebagai biomarker ansietas dental. Praktisi metode ini harus menguasasi strategi komunikasi kebahasaan yang bertujuan untuk membawa pasien menjadi lebih santai ketika dilakukan tindakan perawatan gigi. Adapun gaya bahasa yang digunakan, menggunakan gaya bahasa klimaks, gaya bahasa pararelisme, gaya bahasa antitesis, dan gaya bahasa repetisi, dengan tindak tutur yang dimanfaatkan saat intervensi adalah tindak tutur langsung-memerintah, tindak tutur langsung-menyatakan, dan tindak tutur tidak langsung-menyatakan.