Mantan menteri BUMN Laksamana Sukardi di periksa KPK

Jakarta (cMczoone.com) – Menteri BUMN 1999-2000 Laksamana Sukardi KPK akan diperiksa dalam penyidikan tindak pidana korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN.
” Mantan Menteri BUMN tersebut diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT),” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.
KPK juga dijadwalkan memeriksa mantan Wakil Ketua Bidang Administrasi Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Sumantri Slamet juga untuk tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung Laksamana sudah tiba di gedung KPK, Jakarta Pada pukul 09.30 WIB dan tidak memberikan komentar sedikitpun tentang pemeriksaannya kali ini.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka kasus korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim (SN).
SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan oleh Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
Inpres dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan yang saat itu adalah Boediono, Sebagai Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.
Berdasarkan Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap telah menyelesaikan utangnya, meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dalam bentuk sertifikat bukti hak kepada BPPN.
Syafruddin diduga mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham atau SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada tahun 2004.
Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui oleh Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun yang merupakan bagian dari pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Oleh karena itu, hasil restrukturisasinya adalah sebesar Rp1,1 triliun dapat dikembalikan dan ditagihkan ke petani tambak sedangkan Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi. Artinya ada kewajiban BDNI sebesar Rp3,7 triliun yang belum ditagihkan yang merupakan akan menjadi kerugian negara.
Baca Juga :   Memperingati HUT RI Ke-74, Laskar Sepeda Tua Pekanbaru Lakukan Tabur Bunga Di Makam Pahlawan