Pedoman Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C


Jakarta,(cMczone.com) – Tentang Keputusan Menteri Dalam Negeri No.32. Tahun 1991 Tentang : Pedoman Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

N0. 32 Tahun 1991

Tentang : Pedoman Usaha Pertambangan Bahan

Galian Golongan C

MENTERI DALAM NEGERI,

Menimbang :

  1. Bahwa kegiatan pertambangan Bahan Galian Golongan C merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam rangka menunjang pembangunan baik tingkat Nasional maupun Daerah, sehingga pemanfaatan sumber daya alam dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin;
  2. bahwa Bahan Galian Golongan C merupakan kekayaan alam dan merupakan sumber pendapatan Daerah;
  3. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut huruf a dan b di atas perlu ditetapkan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C.

Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum retribusi Daerah (Lembaran Negara Nomor 57 Tahun 1957);
  2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Nomor 22 Tahun 1967 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);
  3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Nomor 38 Tahun 1974 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037):
  4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Desa (Lembaran Negara Nomor 3153);
  5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Nomor 12 Tahun 1982 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215):
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 (Lemharan Negara Nomor 60 Tahun 1969 dan Tambahan Lembaran Negra Nomor 2816):
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian (Lembaran Negara Nomor 47 Tahun 9 danTambahan Lembaran Negara Nomor 3174):
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Nomor 42 Tahun 1986 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3138):
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1986 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemcrintah Dibidang Pertambangan kepada Pemerintah Daerah Tingkai I (Lembaran Negara Nomor 5 Tahun 1986 dan Tambahan Lembaran Ncgara Nomor 3340):
  10. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas Dibidang keagrariaan dengan bidang kehutanan, Pertambangan Transmigrasi dan Pekerjaan Umum.
  11. Peraluran Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 03/P/M/Pertamben/1981 tentang Pedoman Pemberian Surat Ijin Pertambangan Daerah untuk Bahan Galian yang bukan Strategis dan bukan vital (Bahan Galian Golong C):
  12. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 04/P/M/Pertamben/1977 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Terhadap Gangguan dan Pencemaran Sebagai Akibat Usaha Pertambangan Umum.
  13. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 458/KPTS/1986 tentang Keputusan Pengamanan Sungai Dalam Hubungan dengan Pertambangan Bahan Galian Golongan C.
  14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 974.545-1504 tentang Pedoman Tarip l uran Tetap, luran Eksplorasi dan Eksploitasi (luran Produksi) Bahan Galian Golongan C.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN USAHA

PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GO LONGAN C

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri ini yang dimaksud dengan:

  1. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I:
  2. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II;
  3. Dinas pertambangan adalah Dinas Pertambangan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I;
  4. Kepala Dinas Pertambangan adalah Kepala Dinas Pertambangan Propinsi Dae rah Tingkat I
  5. Dinas Pendapatan adalah Dinas Pendapatan Propinsi Daerah Tingkat I
  6. Kepala Dinas Pendapatan adalah Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Daerah Tingkat I;
  7. Bahan Galian Golongan C adalah bahan galian yang tidak termasuk Bahan Galian Golongan A (Strategis) dan Bahan Galian Golongan B (Vital) scbagaimana dimaksud dalam undang Nomor 11 Tahun 1967, juncto Peraturan Pemerintah Nomor 371 Tahun 1986:
  8. Usaha Penggalian Bahan Galian Golongan C adalah segala kegiatan usaha pertambangan yang meliputi eksplorasi, eksplotasi, pengolahan/Seksama adanya dan sifat letakan bahan galian.
  9. Eksplorasi adalah segala penyelidikan geologi/pertambangan untuk menetapkan lebih teliti/seksama adanya dan sifat letakan bahan galian
  10. Eksploitasi adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkan
  11. Pengolahan dan Pemurnian adalah pekerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsurunsur yang terdapat pada bahan galian itu;
  12. Pengangkutan adalah segala usaha pemindahan galian dan hasil pengolahan/pemurnian bahan galian dalam Wilayah eksplorasi, atau tempat pengolahoan pemurnian
  13. Penjualan adalah segala usaha penjualan bahan galian dan hasil pengolah pemurnian bahan galian;
  14. Reklamasi adalah setiap pekerjaan yang bertujuan memperbaiki, mengembalikan kemanfaatan atau meningkatkan daya guna lahan yang diakibatkan oleh usaha pertambangan umum.
  15. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan Sumber Daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumber daya terbaharui menjamin keseimbangan persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kwalitas nilai dan keanekaragamannya;
  16. Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) adalah surat izin kuasa pertambangan Daerah yang berisikan wewenang untuk melakukan kegiatan semua atau sebagian tahap usaha pertambangan Bahan Galian Golongan C;
  17. Retribusi adalah pungutan atas izin dan produksi penambangan Bahan Galian Golongan C oleh Pemerintah Daerah kepada setiap orang atau Badan Usaha yang telah memiliki SIPD.
Baca Juga :   Ustadz Zulkarnain Meninggal Dunia

BAB II

JENIS BAHAN GALIAN GOLONGAN C

Pasal 2

Bahan galian yang termasuk Bahan Galian Golongan C adalah:

  1. Nitrat.
  2. Phospat.
  3. Garam Batu.
  4. Asbes.
  5. Talk.
  6. Mika.
  7. Magnesit.
  8. Grafit.
  9. Yarusit.
  10. Tawas (alum)
  11. Leusit
  12. Oker.
  13. Batu Permata.
  14. Batu Setengah Permata.
  15. Pasir Kwarsa.
  16. Kaolin.
  17. Felsdspar.
  18. Gips.
  19. Bentonit.
  20. Batu Apung.
  21. Tras.
  22. Obsidian.
  23. Perlit.
  24. Tanah Diatome.
  25. Tanah Scrap.
  26. Marmer
  27. Batu Tulis.
  28. Batu Kapur.
  29. Dolomit.
  30. Kalsit.
  31. Granit:
  32. Bubuk/pecah, Adisit, Basalt, Trakhitj Bahan Bangunan
  33. Blok
  34. Berhagai jenis tanah:
  35. Tanah liat tahan api.
  36. Tanah liat (clay ball)
  37. Tanah liat untuk bahan bangunan (batu bata. genting dsb)
  38. Tanah urug.
  39. Pasir dan Kerikil :
  40. Untuk bahan-bahan bangunan.
  41. Untuk urug.
  42. Zeolit.
  43. Sepanjang bahan galian yang ditetapkan sebagai Bahan Galian Golongan C berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB III

WILAYAH PERTAMBANGAN

Pasal 3

(1) Gubernur menetapkan wilayah pertambangan Bahan Galian Golongan C.

(2) Gubernur menemukan lokasi yang tertutup untuk pertambangan Bahan Galian Golongan C.

Pasal 4

Gubemur berdasarkan pertambangan tertentu dapat menutup sebagian dan atau seluruh wilayah pertambangan sebagaimana tersebut pada Pasal 3 Keputusan ini.

BAB IV

WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 5

Wewenang dan tanggung jawab Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C di lakukan oleh Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 6

Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud Pasal 5 Keputusan ini meliputi:

  1. Membina dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan usaha pertambangan Bahan Galian Golongan C yang mempunyai Surat Izin;
  2. Melakukan upaya penertipan seluruh kegiatan Pertambangan Bahan Galian Golongan C yang tidak mempunyai SIPD.
  3. Melakukan pengendalian dan pengawasan atas kegiatan usaha pertambangan sesuai ketentuan yang berlaku.
  4. Memberikan Izin penambangan Bahan Galian Golongan C.

Pasal 7

(1) Pendapatan, pencatatan penetapan dan pemungutan retribusi Bahan Galian Golongan C dilakukan oleh Dinas Pertambangan.

(2) Apabila Dinas Pertambang sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini belum dibentuk, pendapatan, pencatatan, penetapan dan pemungutan Retribusi Bahan Galian Golongan C dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Tingkat I.

(3) Apabila di DaerahTingkat II tidak ada Cabang Dinas Pertambangan, pencatatan dan pemungutan Retribusi Bahan Galian dilakukan Oleh Dinas Pendapatan Daerah Tingkat I.

BAB V

OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI

Pasal 8

Obyek Retribusi terdiri dari:

  1. Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) Eksplorasi.
  2. Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi.
  3. Hasil produksi yang dipcroleh dan eksplorasi dan atau eksploitasi.

Pasal 9

Subyek Retribusi adalah setiap orang atau Badan Usaha yang telah memperoleh SIPD dan melakukan eksplorasi/eksploitasi.

BAB VI

PERIZINAN DAN REKOMENDASI

Pasal 10

(1) Setiap usaha pertambangan Bahan Galian Golongan C hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat SIPD dan Gubernur atau Bupati / Walikotamadya sepanjang urusan tersebut telah diserahkan oleh Pemenintah Daerah Tingkat I kepada Pcmerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

(2) SIPD sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini terdiri dari:

  1. SIPD Eksplorasi.
  2. SIPD Eksploitasi.
  3. SIPD Pengolahan/pemurnian.
  4. SlPD Penjualan.
  5. SIPD Pengangkutan.

(3) SIPD sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini untuk Badan Usaha yang menggunakan fasilitas penanaman modal dilaksanakan sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku.

(4) Untuk kepentingan pengendalian dan pengawasan setiap Instansi atau Badan Usaha yang mengusahakan Pertambangan Bahan Galian Golongan C wajib memberikan kesempatan kepada Petugas untuk mengadakan pemeriksaan pertambangan Bahan Galian Golongan C.

Pasal 11

Pengusahann pertambangan Bahan Galian Golongan C dapat dilakukan oleh:

  1. Perusahaan Daerah;
  2. Koperasi:
  3. Badan Usaha Milik Negara;
  4. Badan Hukum Swasta yang didirikan sesuai dengan peraturanperaturan Republik Indonesia, berkedudukan di Indonesia, mempunyai pengurus yang berkewarga negaraan Indonesia serta bertempat tinggal di Indonesia dan mempunyai lapangan usaha di bidang pertambangan;
  5. Perorangan yang berkewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia, dengan mengutamakan mereka yang bertempat tinggal di Daerah tingkat II tempat terdapatnya Bahan Galian Golongan C yang bersangkutan.
  6. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Badan Usaha Milik negara disatu pihak dengan Pemerintah Daerah Tingkat I dan/atau Pemerintah Daerah Tingkat II atau Perusahaan Daerah dipihak lain:
  7. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Badan Usaha Milik Negara dan/atau Pemerintah Daerah tingkat I / Pemerintah Daerah Tingkat II / Perusahaan Daerah di satu pihak dengan Koperasi, Badan Hukum Swasta atau perorangan tersebut pada huruf b, huruf d dan huruf e di pihak lain.
Baca Juga :   Senator Fachrul Razi Dipilih Kembali Sebagai Pimpinan Komite I DPD RI

Pasal 12

(1) Luas Wilayah pertambangan dapat diberikan untuk Satu SIPD maksimal 10 (sepuluh) hektar.

(2) Kepada perorangan hanya dapat diberikan satu SIPD, sedangkan kepada Badan hukum dan Koperasi dapat diberikan maksimal 5 (lima) SIPD di setiap Daerah Tingkat I.

(3) Pemohonan SIPD dengan jumlah maksimum 10 (sepuluh) buah dengan luas masing-masing maksimal 10 (sepuluh) hektar untuk bahan galian yang sejenis dalam satu lokasi, Gubernur yang

bersangkutan dapat memberikan satu SIPD.

(4) SIPD untuk luas wilayah meliputi 50 (lima puluh) hektar hanya dapat diberikan oleh Gubernur setelah mendapat persetujuan Menteri Pcrtambangan dan Energi cq. Direktur Jendcral Pertambangan Umum.

(5) SIPD tersebut pada ayat (4) Pasal ini hanya dapat diberikan untuk satu jenis bahan galian dengan luas wilavah maksimal 1000 (seribu) hektar.

(6) Pemegang SIPD dapat menciutkan wilayah kerjanya dengan mengembalikan sebagian atau bagian-bagian tertentu dan wilayah termaksud dengan persetujuan Gubernur.

Pasal 13

Pemberian SIPD dilaksanakan dengan memperhatikan tata cara dan syarat syarat yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 14

(1) Pemberian Izin Pertambangan Daerah diberikan untuk jangka waktu maksimal 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang maksinial 2 (dua) kali dan setiap kali perpanjangan jangka waktunya 10 (sepuluh) tahun.

(2) Pemberian SIPD melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat diberikan oleh Gubernur setelah mendapat persetujuan Menteri Pertambangan dan Energi cq. Direktur Jenderal Pertambangan umum.

(3) Permohonan perpanjangan izin schagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini diajukan kepada Gubernur 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya izin.

Pasal 15

(1) Gubernur dapat menyerahkan pemberian SIPD kepada Bupati / Walikotamadya untuk pertambangan sampai dengan 5 (lima) hektar, tanpa menggunakan peralatan berat dan atau bahan peledak.

(2) Penyerahan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi Bahan Galian Golongan C sebagai berikut:

  1. Berbagai Jenis Tanah:
  2. Tanah Liat Tanah Api.
  3. Tanah Liat (Clay Ball).
  4. Tanah Liat untuk Bahan Bangunan (Batu Bata, Genteng dsb).
  5. Tanah Urug.
  6. Berhagai jenis batu-batuan yang membentuk pasir dan kerikil, bongkah yang dipergunakan untuk Bahan bangunan.

Pasal 16

Permohonan SIPD harus dilampiri dengan: Peta situasi wilayah pertambangan yang dimohon dengan skala antara 1:1000 dan 1:10.000 dilengkapi dengan koordinatnya. Salinan Akte Pendirian Perusahaan. Dan syarat-syarat lainnya yang ada kaitannya dengan usaha pertambangan.

BAB VII

PEMUNGUTAN, PERHITUNGAN DAN PEMBAYARAN RETRIBUSI

Bagian Kesatu

PEMUNGUTAN

Pasal 17

(1) Pemungutan Retribusi hasi Produksi hasil Galian Golongan C dapat dilakukan dengan sistem/cara sebagai berikut:

  1. Sistim laporan dari Pemegang Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) dengan pengawasan Instansi yang berwenang.
  2. Melalui Kontraktor atau pemakai lainnya selaku Wajib Pungut
  3. Sistim tol / dengan benda berharga.

(2) Sistim sebagaimana dimaksud ayat (1) disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat terdapatnya Bahan Galian Golongan C.

(3) Tata cara pemungutan Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

(4) Gubernur dapat menunjuk Petugas Wajib Pungut Retnibusi yang disesuaikan dengan kondisi Daerah.

Pasal 18

Dalam penetapan besaenya retribusi hasil produksi Bahan galian Golongan C tidak dibenarkan adanya perbedaan untuk keperluan dalam Negeri.

Pasal 19

(1) Semua hasil penerimaan retribusi disetor secara bruto ke kas Daerah Tingkat I

Baca Juga :   Terus Lakukan Loby ke Kementerian, Ansar Ahmad : Lupa Makan dan Kurang Tidur, Itu Biasa

(2) Gubernur menetapkan bagi hasil Retribusi daerah Tingkat II dan Desa dengan memperhatikan daerah asal sumber penambangan.

Bagian Kedua

PERHITUNGAN RETRIBUSI

Pasal 20

(1) Untuk menghitung besamya Retribusi Bahan Galian Golongan C ditetapkan berdasarkan jenis/macam Bahan Galian Golongan per ton atau m3 yang keluar dari mulut tambang kali tarip sebagaimana ditetapkan dalam peraturan daerah.

(2) Besamya tarip ditetapkan dalam peraturan Daerah dan pedoman pada keputusan Menteri Dalam Negeri.

Bagian Ketiga

PEMBAYARAN RETRIBUSI

Pasal 21

(1) Retribusi hasil produksi Bahan Galian Golongan C harus dilunasi sekaligus setelah orang atau Badan usaha yang bersangkutan menerima surat Ketetapan Retribusi (SKR) dan benda berharga.

(2) Keterlambatan atas pembayaran Retribusi hasil produksi yang melebihi (jima belas) hari dan saat penetapan Surat Retribusi (SKR) dikenakan denda sebesar 5% (lima prosen) sctiap bulan dihitung dari pokok Retribusi yang trrhutang dalam jangka waktu selama-lamanya 12 (dua belas) bulan.

(3) Gubernur dapat membenikan keringanan pembayaran retnibusi hasil produksi, setelah Pemegang SIPD mengajukan secara tertulis kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk.

BAB VIII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian kesatu

INVENTARISASI DATA WILAYAH PERTAMBANGAN

Pasal 22

(1) Untuk mendapatkan data atas pemanfaatan dan penggalian Bahan Galian Golongan C serta potensi Bahan Galian yang belum dimanfaatkan perlu segera dilakukan inventarisasi/pemetaan.

(2) Inventanisasi data dan pengukuran potensi atas,usaha Bahan Galian Golongan C dilakukan terhadap orang/Badan Usaha yang sudah mempunyai SIPD maupun terhadap wilayah pertambangan yang belum diusahakan.

Bagian Kedua

PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

Pasal 23

(1) Pengendalian dan pengawasan Retribusi Pertambangan Bahan Galian Golongan C apabila dipandang perlu dilaksanakan secara terpadu oleh Dinas Perdagangan Daerah, Dinas Pekerjaan umum, Dinas Pendapatan Daerah dan Biro Pengembangan Produksi Daerah, Bupati/ Walikotamadya dan instansi terkait.

(2) Apabila pada Daerah Tingkat I tertentu belum dibentuk Dinas Pertambangan Daerah, Dinas Pekerjaan Umum beserta Instansi terkait.

(3) Tata cara pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

(4) Untuk kepentingan pengendalian dan pengawasan, setiap Instansi atau Badan Usaha yang mengusahakan Pertambangan Bahan Galian Golongan C wajib memberikan kesempatan kepada Petugas untuk mengadakan pemeriksaan, penelitian baik yang bersifat administrative maupun teknis operasional.

Pasal 24

(1) Dalam mengefektifkan pungutan retribusi hasil Produksi Bahan Galian Golongan C dan menjaga kelestarian lingkungan serta upaya reklamasi apabila dipandang perlu Pemerintah Daerah dapat membentuk Tim Pembina Pertambangan Bahan Galian Golongan C yang unsur-unsurya terdiri dari:

  1. Dinas Pertambangan Daerah
  2. Biro Bina Pengembangan Produksi
  3. Biro Bina Pemerintah Daerah
  4. Dinas Pekerjaan Umum
  5. Dinas Pendapatan Daerah Tingkat 1.
  6. Biro Hukum.
  7. Biro Bina Kependudukan dan Lingkungan Hidup.
  8. Kantor Wilayah Departemcn Pertambangan dan Energi serta Instansi terkait.

(2) Tim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Gubemur dan secara berkala menyampaikan laporan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawasan.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini selanjutnya disampaikan kepada Menteri Dalam negeri cq. Direktorat Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah.

Pasal 25

Biaya untuk pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, 23 dan 24 keputusan ini ditetapkan lebih lanjut oleh Gubemur.

BAB IX

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 26

Dengan berlakunya pedoman Pertambangan Bahan Galian Golongan C ini maka Pemerintah Daerah segera mengambil langkah-langkah dalam pelaksanaan pembina dan pengendaliannya.

BABX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 27

Dengan berlakunya Keputusan ini maka segala peraturan perundangan yang bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 28

SIPD yang dimiliki oleh Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Swasta, Badan-badan lain dan perorangan yang memperoleh hak berdasarkan peraturan yang ada sebelum saat berlakunya Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku sampai izin lama habis masa berlakunya.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29

(1) Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Keputusan ini akan diatur kemudian.

(2) Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal : 12 April 1991

 

MENTERI DALAM NEGERI

ttd.

RUDINI