cMczone.com – Riau. Tembilahan, (7/8/2025) Agus bin Kadri (60), seorang petani asal Desa Sungai Bela, Kecamatan Kuindra, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), harus mendekam di Lapas Kelas IIA Tembilahan setelah divonis bersalah atas tuduhan mencuri buah sawit. Ironisnya, sawit yang ia panen berasal dari lahan yang diklaim sebagai milik keluarganya sendiri.
Kasus ini menuai sorotan publik dan aktivis hukum karena dianggap sebagai bentuk kriminalisasi terhadap warga miskin dalam sengketa agraria yang melibatkan perusahaan besar, PT Indogreen Jaya Abadi (PT IJA), yang disebut-sebut sebagai bagian dari grup Sinar Mas.
“Saya masih punya surat tanahnya, tapi saya malah dituduh mencuri sawit dari lahan itu. Saya tidak pernah menjual tanah itu ke siapa pun,” ujar Agus dengan suara parau saat ditemui wartawan di Lapas Tembilahan.
Agus mengisahkan bahwa lahan seluas 300 x 300 meter yang kini ditanami sawit oleh PT IJA merupakan warisan dari almarhum Nahar. Sebelum wafat, Nahar menyerahkan lahan beserta surat kepemilikan kepada Agus untuk digarap dan dijaga. Istri Nahar juga telah meninggal, dan dua anaknya diasuh oleh Agus sejak kecil.
Namun, seiring waktu, PT IJA disebut mulai menguasai lahan tersebut tanpa sepengetahuan Agus. Ia mengaku tak memiliki akses maupun kemampuan hukum untuk memperjuangkan haknya.
“Saya cuma orang miskin, tak tahu hukum. Tapi saya yakin itu tanah saya. Suratnya masih saya simpan,” katanya.
Pada 25 April 2025, karena terdesak kebutuhan ekonomi, Agus memanen sebagian kecil buah sawit dari lahan itu. Ia mengklaim sudah mengirim surat pemberitahuan kepada pihak PT IJA dan Polsek Kuindra sebelum panen dilakukan. Surat tersebut, menurut Agus, telah diterima dan ditandatangani kedua pihak.
Bersama empat orang lainnya, Agus membersihkan semak dan memanen sawit dari lahan tersebut. Di tengah kegiatan, seorang petugas keamanan perusahaan datang dan meminta Agus untuk ke kantor perusahaan guna bertemu manajemen.
“Awalnya saya kira akan diajak bicara baik-baik, tapi sampai malam tak ada perwakilan manajemen yang datang. Yang datang justru polisi yang langsung menangkap saya dan tiga rekan lainnya. Anak saya sempat kabur,” ujarnya.
Agus mengaku penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dan awalnya ia hanya disebut sebagai saksi. Namun, beberapa jam kemudian, statusnya berubah menjadi tersangka.
Pengamat hukum, Andang Yudiantoro, menilai adanya kejanggalan dalam proses penegakan hukum terhadap Agus. Menurutnya, perubahan status hukum secara tiba-tiba dan penangkapan tanpa surat perintah merupakan pelanggaran prosedur.
“Jika memang benar Agus memiliki bukti kepemilikan lahan dan telah memberi tahu pihak terkait sebelum panen, maka proses hukum terhadapnya patut dipertanyakan. Ini bisa masuk kategori cacat prosedur,” ujar Andang, Kamis (7/8).
Sampai saat ini, pihak PT Indogreen Jaya Abadi belum memberikan tanggapan resmi saat dimintai konfirmasi oleh wartawan.
Ketua LBH Sawani di Inhil, yang aktif memberi pendampingan hukum pada masyarakat, turut bersuara terkait kasus ini. Ia menilai, Agus adalah salah satu dari banyak korban ketidakadilan dalam konflik agraria.
“Kami melihat ini bukan kasus tunggal. Banyak warga miskin yang tidak tahu harus mengadu ke mana. Akses ke lembaga hukum masih sangat minim. Negara harus hadir,” tegasnya.
Agus kini berharap ada pihak yang bersedia membantu memperjuangkan keadilan baginya. Ia mengaku khawatir dengan nasib istri dan anak-anaknya di rumah yang kini hidup dalam kesulitan.
“Saya hanya ingin keadilan. Saya punya surat tanah, tapi saya yang dipenjara,” ucapnya lirih.
Penulis. : mhd
editor. : wiwid