cMczone.com, Pekanbaru – Polemik pemberitaan dugaan skandal mafia BBM subsidi di Pulau Rupat, Bengkalis, Riau, terus berlanjut. Setelah sebelumnya awak media mengalami intimidasi, kini muncul serangan balik berupa tuduhan bahwa pemberitaan tersebut adalah hoaks. Lebih jauh lagi, fitnah personal turut diarahkan kepada jurnalis tersebut, dengan menyeret isu penyakit serta masalah pribadi yang tidak relevan dengan kasus.
Merasa nama baik dan profesinya dilecehkan, pihak media pun mengambil langkah hukum. Sri Imelda, Bendahara Umum Aliansi Media Indonesia (AMI), bersama rekannya Sukma dan Rahmawati, resmi melaporkan kasus ini ke Polda Riau pada Kamis (28/8/2025). Laporan tersebut turut didampingi oleh kuasa hukum dari Law Office Jaka Marhaen, SH & Associates, keluarga, Ketua Umum AMI, Sekretaris Jenderal AMI, serta rekan-rekan media lainnya.
“Kami dari Aliansi Media Indonesia (AMI) meminta Polda Riau menindaklanjuti laporan ini. Karena akun TikTok serta Facebook yang menyebarkan berita hoaks dan personal jelas ditujukan secara tendensius kepada Bendahara Sri Imelda, Sukma, dan Rahmawati,”
Kami menilai tuduhan berita hoaks yang dilayangkan justru merupakan bentuk serangan terhadap kebebasan pers. “Wartawan mencari berita, bukan meng-counter berita. Hal ini sejalan dengan amanah yang terdapat dalam Undang-Undang Pers sebagai kitab wartawan dalam menjalankan profesinya,”
“Bagi media yang tidak memiliki badan hukum, kami tidak akan memberikan hak jawab. Namun bagi media resmi berbadan hukum, hak jawab tetap kami lakukan hal tersebut sesuai Undang-Undang Pers,” tegas Ismail, Ketua Umum AMI usai membuat laporan. Ia menambahkan, bahwa AMI mengecam tindakan jurnalis yang mengkriminalisasi sesama jurnalis dan permasalahn ini harus tuntas secara hukum tanpa ada kata DAMAI.
Sekjen AMI, Idam Lanun, juga menyampaikan dukungan penuh terhadap Sri Imelda. “Kami menegaskan bahwa pemberitaan harus menjunjung kode etik jurnalistik. Saya akan mendampingi secara langsung ibu Sri Imelda, Sukma, dan Rahmawati, dari awal hingga akhir proses hukum ini berlangsung, dan tuntas secara hukum yang berlaku di NKRI” ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh keluarga. Vebi Antoni, mewakili pihak keluarga Sri Imelda, menegaskan bahwa tidak ada ruang damai dalam kasus ini. “Pemberitaan fitnah ini sudah jauh dari norma jurnalistik. Tidak ada kata damai bagi pelaku,” tegasnya.
Tim kuasa hukum menyampaikan bahwa dalam melakukan peliputan berita klien kami (Sri Imelda, Sukma, dan Rahmawati) tetap berpedoman pada etika jurnalistik, untuk kejadian dugaan skandal mafia BBM subsidi di Pulau Rupat, Bengkalis, Riau, “klien kami sudah mengantongi data-data yang akurat mulai dari alur distribusi hingga para tokoh yang berada di dalam lingkaran ini, namun ketika ada pihak-pihak yang merasa terganggu dengan pemberitaan yang di lakukan klien kami seharusnya melakukan HAK JAWAB untuk klarifikasi jika berita yang di naikan tidak benar agar terjadi keseimbangan dalam pemberitaan, bukanya konsultasi kepada oknum pers yang tidak paham kode etik jurnalis dengan langsung meng-counter pemberitaan dengan berita yang tendensius dan bersifat menyerang pribadi klien kami yang nota benenya berupaya menjatuhkan marwah klien kami secara pribadi dan menjatuhkan harga diri insanpers itu sendiri. Kami tim kuasa hukum menempuh jalur hukum untuk melaporkan seluruh media, akun medsos baik Tik-tok maupun Facebook dll yang di duga melakukan kriminalisasi terhadap klien kami tanpa terkecuali, hingga tuntas dan klien kami juga akan sesegera mungkin akan melaporkan dugaan skandal mafia BBM subsidi di Pulau Rupat, Bengkalis, Riau, kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hal tersebut baik Kepolisian ataupun BUMN yang memiliki kewenangan terhadap permasalahan tersebut.” tutup Jaka Marhaen, SH.
Dengan adanya laporan resmi ini, kami dan masyarakat yang rindu akan penegakan hukum yang berkeadilan menunggu langkah Polda Riau untuk menindaklanjuti membongkar siapa pion siapa dalang dalam berita hoaks yang menyangkut marwah pers sekaligus perlindungan terhadap jurnalis dari upaya intimidasi, fitnah, dan pencemaran nama baik dan kriminalisasi.
Sumber : DPP AMI