cMczone.com, Vivaldi Emri Nobel Peserta Advance Training (Latihan Kader III) Badko HMI Sumatera Barat
Dalam Konsep Analisis Kontekstual perlu adanya pemikiran yang kritis dan tantangan terhadap persatuan dalam keragaman nusantara, Gelombang demonstrasi besar tahun 2025 yang dipicu oleh ketimpangan ekonomi, dominasi elit politik, dan represifitas aparat mencerminkan gejala rapuhnya kontrak sosial antara rakyat dan negara. Krisis ini menguji persatuan dalam keragaman Nusantara dalam beberapa aspek yang harus kita pahami sebagai Kader HMI.
Ketimpangan ekonomi dan ketidak adilan sosial antara pusat dan daerah, kaya dan miskin, urban dan rural, memperlebar rasa ketidakadilak. Hal ini memicu sentimen primodial (etnis, agama,daerah) karena kelompok merasa tidak diakomodasi secara adil.
Krisis kepercayaan terhadap elit politik sebagai kader HMI kita harus bisa menanggapi kepentingan pribadi/kelompok dariapada kepentingan bangsa. Akibatnya publik kehilangan rasa percaya pada lembaga negara dan muncul narasi “kami” versus””mereka” yang berpotensi memecah belah
Kekerasan dalam penanganan Demonstrasi Kader HMI harus bisa menilai aparat yang menimbulkan luka kolektif dan memperkuat polarisasi antara rakyat dan penguasa. Hal yang dapat menumbuhkan perlawanan berbasis identitas atau ideologi yang berbeda beda sehingga memperlemah kohesi kebangsaan.
Vivaldi Peserta Advance Training (Latihan Kader III) Badko HMI Sumatra Barat menyebutkan Krisis 2025 mencerminkan bahwa persatuan dalam keberagaman Nusantara rentan terpecah jika ketidakadilan, oligarki, dan kekerasan negara dibiarkan. Tantangan ini menuntut kader HMI untuk tidak sekadar reaktif dalam demonstrasi, tetapi proaktif membangun ruang integrasi sosial, ekonomi, dan politik. Strategi integratif berupa dialog, pemberdayaan, advokasi, serta penguatan nilai keislaman dan keindonesiaan akan menjadi kunci untuk merawat persatuan bangsa dan meminimalisasi polarisasi sosial.
Vivaldi menyampaikan bahwa Relokasi IKN merupakan ujian besar bagi identitas Nusantara: apakah Indonesia benar-benar mampu memaknai dirinya sebagai bangsa kepulauan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan. Kader HMI memiliki peran penting dalam mengawal perspektif archipelagic ini dengan cara mengedukasi, mengadvokasi, menjembatani, dan menghidupkan kembali narasi kebangsaan. Dengan begitu, IKN tidak hanya menjadi ibu kota baru, tetapi juga simbol lahirnya paradigma baru Indonesia sebagai archipelagic nation.
Menanggapi Fenomena #KaburAjaDulu memperlihatkan krisis identitas dan komitmen kebangsaan di kalangan pemuda. Ia mencerminkan rasa kecewa, tidak percaya, sekaligus pesimisme terhadap masa depan Indonesia. Bagi kader HMI, tantangan ini harus dijawab dengan strategi yang menghadirkan harapan, ruang kontribusi nyata, advokasi kebijakan yang pro-pemuda, serta revitalisasi nilai keislaman dan kebangsaan. Dengan begitu, semangat “bertahan dan berjuang bersama Indonesia” bisa menumbuhkan komitmen baru melawan kultur “menjauh” “Vivaldi”