Suara Publik: Warga Minta Keadilan untuk Gubernur Abdul Wahid — “Jangan Hukum Sebelum Terbukti”

Pekanbaru – cMczone.com, Penangkapan Gubernur Riau Abdul Wahid oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin malam (3/11/2025) menimbulkan reaksi beragam di tengah masyarakat Riau.
Namun di antara riuhnya opini publik, muncul pula suara yang menyerukan agar penegakan hukum tetap menghormati asas praduga tak bersalah.

Bagi sebagian warga, langkah KPK perlu diapresiasi sebagai bagian dari pengawasan terhadap kekuasaan. Namun banyak juga yang mengingatkan agar proses hukum dijalankan dengan keadilan, bukan asumsi.

“Kami setuju hukum ditegakkan, tapi jangan dulu dihakimi. Pak Gubernur juga manusia, punya keluarga dan tanggung jawab. Biarlah pengadilan yang menentukan benar atau salah,”
ujar Sulastri (48), warga Kecamatan Marpoyan Damai, saat ditemui cMczone.com, Selasa (4/11/2025).

Pandangan serupa datang dari kalangan akademisi.
Dosen hukum tata negara Universitas Riau, Dr. T. Rahman, S.H., M.H., menegaskan bahwa OTT bukanlah vonis, melainkan bagian dari proses penyelidikan.

“OTT sering kali membentuk opini publik seolah pelaku pasti bersalah. Padahal, secara hukum, seseorang baru dianggap bersalah setelah ada putusan pengadilan yang inkracht. Media dan masyarakat harus hati-hati membangun persepsi,”
katanya kepada cMczone.com melalui sambungan telepon.

Minta KPK Transparan

Sementara itu, Forum Pemuda Melayu Riau (FPMR) meminta agar KPK tetap menjaga transparansi dan obyektivitas. Mereka berharap lembaga antirasuah tidak terjebak dalam pola penegakan hukum yang beraroma politik.

“Kami mendukung KPK, tapi jangan sampai tindakan hukum ini digunakan untuk menjatuhkan citra pejabat sebelum ada keputusan sah. Keadilan itu harus bersih, bukan hanya tampak bersih,”
ungkap Arifin Nasution, Ketua FPMR.

Ia juga menambahkan, OTT terhadap kepala daerah seharusnya menjadi momentum introspeksi bersama — antara pejabat publik dan masyarakat.

“Kalau ada kesalahan, ya harus diusut. Tapi kalau tidak ada, jangan dibiarkan nama orang tercemar tanpa pemulihan. Hukum itu bukan panggung,” tegasnya.

Harapan dari Tokoh Agama

Sementara itu, pandangan menyejukkan datang dari KH. Mukhlis Abdul Karim, tokoh agama asal Kampar. Ia mengingatkan pentingnya keseimbangan antara penegakan hukum dan penghormatan terhadap martabat manusia.

“Jangan kita buru-buru menilai. Dalam Islam, menuduh tanpa bukti adalah dosa besar. KPK boleh bekerja, tapi masyarakat juga wajib menjaga lisan dan prasangka,”
ucapnya saat memberikan tausiyah di sebuah masjid di Pekanbaru.

Refleksi Publik

Bagi warga Riau, OTT kali ini bukan sekadar isu politik, melainkan ujian moral.
Masyarakat menuntut dua hal sekaligus: penegakan hukum yang tegas, namun juga beradab.
Karena hukum yang kehilangan rasa kemanusiaan hanya akan melahirkan ketidakadilan yang baru.

“Kita ingin Riau bersih, tapi juga ingin pemimpinnya diperlakukan adil. Jangan sampai keadilan jadi milik yang kuat,”
kata Irwan (35), seorang pedagang di Jalan Sudirman.

 

Baca Juga :   Kapolres dan Wakapolres Sijunjung di Laporkan Ke Propam Polda, Soal 4 Wartawan Disekap di Tanjuang Lolo