Masyarakat Adat vs Korporasi: Sengketa Lahan di Tebo Kembali Panas

Warga adat menuntut pengembalian tanah ulayat; perusahaan sawit klaim punya izin resmi.

Tebo – cMczone.com | Jumat, 7 November 2025

Sengketa lahan antara masyarakat adat dan perusahaan sawit di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, kembali memanas.
Ratusan warga dari komunitas adat Suku Anak Dalam (SAD) menggelar aksi damai di depan kantor bupati, menuntut pengembalian 600 hektare lahan yang mereka klaim sebagai tanah ulayat warisan leluhur.

Tokoh adat SAD, Temenggung Marhali, mengatakan bahwa lahan tersebut telah dikuasai perusahaan sejak 2014 tanpa persetujuan masyarakat.

“Kami tidak menolak pembangunan, tapi tanah kami bukan untuk dijual. Kami ingin hidup berdampingan dengan hutan, bukan digusur,” ujarnya.

Pihak perusahaan, PT BSS, dalam keterangan tertulis menyebut memiliki izin HGU sah dari Kementerian ATR/BPN dan siap melakukan mediasi.
Pemerintah daerah melalui Dinas Kehutanan mengaku akan memfasilitasi pertemuan tiga pihak: masyarakat, perusahaan, dan pemerintah.

“Kami tidak ingin konflik ini berlarut. Hak masyarakat harus dihormati, tapi prosedur hukum juga harus dijalankan,” ujar Kepala Dinas Kehutanan Jambi, Ir. Bambang Setiawan.

Konflik agraria di Jambi mencerminkan ketegangan klasik antara kepentingan ekonomi dan hak masyarakat adat.
Ketiadaan peta batas jelas antara hutan adat dan wilayah HGU membuka ruang sengketa yang berkepanjangan.
Pemerintah pusat telah berjanji mempercepat sertifikasi tanah ulayat dalam program Reforma Agraria, namun di lapangan pelaksanaannya masih lambat.

Baca Juga :   Babinsa dan Warga Dukung Pembangunan Masjid Nurul Iman

 Catatan Redaksi cMczone.com:
Tanah bukan sekadar harta, tapi sejarah dan harga diri.
Negara tidak boleh abai pada jeritan rakyat yang mempertahankan warisan leluhur.
Ketika hutan jadi sawit dan adat jadi korban, maka yang hilang bukan hanya tanah — tapi juga jiwa bangsa.