Terkait Kekerasan Perempuan dan Anak, DP3AP2KB Kepri Gelar Pelatihan dan Pembentukan Jaringan PATBM

Bintan (Kepri), cMczone.com – Di masa pandemi Covid-19 kekerasan pada perempuan dan anak terus meningkat. Anak-anak yang biasanya berada di lingkungan sekolah kini seluruh waktunya berada di rumah dan lingkungan sekitar.

Pemerintah dan masyarakat perlu terus melakukan upaya untuk melindungi anak. Untuk itu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kembali menggelar pelatihan dan pembentukan jaringan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang diikuti oleh empat desa/kelurahan di Kabupaten Bintan.

Acara tersebut dibuka oleh Wakil Ketua I DPRD Provinsi Kepri dan juga sebagai Pembina PATBM Provinsi Kepri Dewi Kumalasari, pada Selasa (6/7/2021) di Hotel Bintan Villa. 

Dalam sambutannya, Dewi mengajak seluruh masyarakat untuk aktif melindungi anak di lingkungan masing-masing dan ikut menyukseskan program vaksinasi anak usia 12-17 tahun yang mulai dilaksanakan di Provinsi Kepri sejak tanggal 6 Juli 2021.

Dewi menyampaikan, bahwa bentuk peran serta masyarakat dalam upaya perlindungan anak salah satunya dapat melalui wadah PATBM.

“PATBM merupakan inisiatif masyarakat sebagai ujung tombak untuk melakukan upaya-upaya pencegahan dengan membangun kesadaran masyarakat agar terjadi perubahan pemahaman, sikap dan perilaku yang memberikan perlindungan kepada anak,” jelas Dewi.

Baca Juga :   PT. Timah Tunda Eksekusi 6 Klien Advokat SAPTA

PATBM merupakan sebuah gerakan dari jaringan atau kelompok warga pada tingkat masyarakat yang bekerja secara terkoordinasi untuk mencapai tujuan perlindungan anak.

“Maka pembentukannya bertujuan untuk  Mencegah kekerasan pada anak,  Menanggapi kekerasan dan respon cepat terhadap penanganan kasus kekerasan,” ujar Dewi.

Pelatihan kali ini, selain dihadiri oleh peserta pelatihan juga dihadiri secara online oleh aktivis PATBM Se-Provinsi Kepri.

Pada kesempatan ini, Kepala DP3AP2KB Kepri Misni dan Dewi, berdialog dengan aktivis PATBM dari 7 kabupaten/kota terkait upaya-upaya yang telah dilaksanakan dan kendala yang dihadapi di lapangan untuk melindungi anak di masa pandemi ini.

Pelatihan dilaksanakan selama dua hari dengan menghadirkan narasumber fasilitator daerah PATBM, yakni Sudirman Latief dan Eka Bambang Priyadi serta dari TP-PKK Provinsi Kepri Siska Sukmawati, yang membahas tentang anak berhadapan dengan hukum.

Sementara itu, Misni dalam sambutannya di acara Pelatihan Aktivis PATBM Kabupaten Bintan menyampaikan, bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 

“Anak merupakan anugerah Allah SWT, generasi penerus bangsa, pewaris masa depan, sudah menjadi haknya untuk mendapatkan perlindungan dan pemenuhan akan hak-haknya,” ujar Misni. 

Namun, lanjut Misni, apa yang terjadi saat ini, bukannya anak mendapatkan pemenuhan akan haknya, namun justru terjadi hal sebaliknya. 

Baca Juga :   Nadiem Beri Keringanan Biaya Kuliah, Syarat dan Ketentuan Berlaku

“Anak-anak mendapatkan kekerasan, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya dari orang dewasa,” kata Misni.

Misni memaparkan, bahwa sampai dengan 30 Juni 2021 kasus kekerasan terhadap anak sudah mencapai 67 kasus, dengan rincian kekerasan seksual sebanyak 49 kasus, fisik dan psikis masing-masing 16 kasus, lain-lain ada 19 kasus.

“Dari jumlah kasus di atas, 6 kasus terjadi di Kabupaten Bintan dengan 12 korban. Adapun 12 korban ini  berdasarkan sistem pencatatan pelaporan data kekerasan perempuan dan anak (SIMPHONI)  tersebar di beberapa kecamatan, yakni Bintan Pesisir 1  korban, Gunung Kijang 3 korban, Bintan Utara 1 korban, Teluk Sebong 3 korban, Teluk Bintan 3 korban serta Bintan Timur 1 korban,” papar Misni.

Kasus lainnya, kata Misni, selain anak menjadi korban, anak juga menjadi pelaku. Hal ini dapat dilihat dari jumlah anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).

“Berdasarkan data BAPAS pada tahun 2020, ABH sebanyak 146 orang, tertinggi di Batam sebanyak  68 orang, Tanjungpinang 34 orang dan 21 orang berasal dari Kabupaten Bintan atau (14,4%),” ujar Misni.

Permasalahan anak lainnya adalah terkait dengan perkawinan anak yang juga merupakan pelanggaran hak anak. Secara kuantitatif perkawinan anak di Provinsi Kepri dapat dilihat dari dispensasi yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama selama 3 tahun terakhir.

Baca Juga :   DPKP Amankan Ular Sanca Batik Satu Meter di Perumahan Bukit Indah Lestari

“Dimana pada tahun 2018 sebanyak 83 orang dengan rincian (29 perempuan dan 54 laki-laki), tahun 2019 sebanyak 491 orang (379 perempuan dan 112 laki-laki) serta pada tahun 2020 sebanyak 277 orang (199 perempuan dan 78 laki-laki),” jelas Misni.

Dari  data perkawinan anak di atas, yang berasal dari Kabupaten Bintan relatif kecil, dimana pada tahun 2019 sebanyak 7 orang dan 2020 sebanyak 1 orang. Saat ini, telah terbentuk 77 PATBM dari 416 desa/kelurahan di Provinsi Kepri atau (18,5%).

“Dan apresiasi untuk perhatian kita semua, terutama Kabupaten Bintan yang telah membentuk PATBM di 29 desa/kelurahan dari 52 desa/kelurahan yang ada,” kata Misni.

Misni berharap, Kabupaten Bintan melalui Dinas P3AP2KB Kepri agar menaruh perhatian terhadap kecamatan-kecamatan yang belum memiliki PATBM, seperti Kecamatan Bintan Pesisir, Kecamatan Mantang, Kecamatan Teluk Bintan dan Kecamatan Tambelan.

“Indonesia menuju layak anak (IDOLA) pada tahun 2030 bisa tercapai apabila seluruh desa/kelurahan sudah layak anak (DEKELA dan KELANA). Dimana salah satu persyaratannya adalah terbentuknya PATBM di tingkat desa/Kelurahan,” pungkas Misni.

Editor : Budi Adriansyah | Sumber : DP3AP2KB Kepri