cMczone.com- Kisah Adolf Hitler adalah salah satu contoh yang menarik untuk dianalisa. Meskipun Hitler adalah seorang pemimpin yang kontroversial dan kejam, cerita masa kejatuhannya dapat memberikan wawasan yang berharga tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan dan keberhasilan seorang pemimpin.
Hitler, seorang pemimpin yang terlalu percaya diri, mengalami kejatuhan yang tragis. Hitler memiliki ambisi untuk menguasai seluruh Eropa dan dunia dengan melakukan ekspansi yang brutal. Dia melihat perang sebagai sebuah pertaruhan besar, di mana dia bisa menjadi “berhala” yang berjaya atau tersungkur dan diludahi secara hina.
Namun, Hitler telah kehilangan logika dan rasionalitasnya karena obsesi akan kekuasaan. Dia menyadari bahwa jika dia menang, dia dan bangsa Jerman akan menjadi kuat di seluruh dunia. Namun, jika dia kalah, dia akan menjadi pesakitan seumur hidupnya. Meskipun menyadari risiko ini, Hitler tetap melanjutkan perang dengan keyakinan yang berlebihan. Inilah yang disebut kehilangan logika demi obsesi emporium kekuasaan.
Namun, kejatuhan Hitler dimulai ketika pasukannya gagal menembus Tentara Merah di Rusia. Dia mulai putus asa dan bersembunyi di ruang bawah tanah di Berlin pada akhir Januari 1945. Tentara Rusia semakin mendekat ke tempat Hitler bersembunyi, dan dia merasa bahwa akhir kekuasaannya yang glorius semakin dekat.
Pada saat-saat terakhirnya, Hitler memerintahkan stafnya untuk bersiap menghadapi kekalahan. Dia juga menginstruksikan dokter untuk meracuni istri dan anjing kesayangannya. Pada tanggal 29 April 1945, Hitler menembak dirinya sendiri, sementara istri Hitler, Eva Braun, menelan kapsul racun. Keduanya mati di dalam bunker perlindungan, bersama dengan anjing kesayangannya yang telah diracuni sebelumnya.
Kisah ini, yang diambil dari buku “The Last Days of Hitler” oleh Hugh Trevor-Roper.
Kisah Hitler adalah pengingat yang kuat tentang bahaya dari kepemimpinan yang terlalu otoriter, obsesi akan kekuasaan, dan ketidak presistenan dalam pengambilan keputusan.
Ple
