KAJATI SUMBAR: Kasus Riezka Di Kacab.Suliki Tidak Layak Dihentikan.

Padang (cMczone.com)- Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (Kejati Sumbar) menyatakan kasus dugaan penipuan sebesar Rp1,7 miliar yang ditangani Kacabjari Suliki, Kabupaten Limapuluh Kota, tidak memenuhi syarat untuk dihentikan penuntutannya sebagaimana termuat dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020.

“Kami telah mempelajari perkara tersebut dan berkoordinasi dengan Jampidum Kejagung, dari situ disimpulkan kasus ini tidak bisa dihentikan penuntutannya,” kata Wakil Kepala Kejati Sumbar sekaligus Pelaksana tugas Kajati Sumbar, Yusron di Padang, Selasa.

Sebelumnya, Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 adalah tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Melalui aturan itu kejaksaan dapat menghentikan penuntutan suatu perkara jika ada perdamaian antara tersangka dengan korban, serta memenuhi sejumlah syarat.

Baca Juga :   Kecelakaan Bus Akap Sambodo Rute Padang – Jakarta, 4 Meninggal Dunia Di Lokasi Kejadian

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.

Kemudian tindak pidana tersebut dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang tidak lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah.

Khusus untuk kasus di Suliki, Limapuluh Kota, kata Yusron memang sudah ada kesepakatan damai antara tersangka berinisial RO dengan korban, dan ada pengembalian uang dari tersangka.

“Berdasarkan surat pengusulan yang kami terima dari Kecabjari Suliki memang disebutkan perdamaian dan ganti rugi,” katanya.

Hanya saja, besaran kerugian dalam kasus tersebut yang mencapai angka Miliaran Rupiah, melebihi jumlah batas Rp2,5 juta yang diatur oleh Peraturan Kejaksan Nomor 15 tahun 2020.

Baca Juga :   Diimingi Tanggungjawab, ABG Ini Rela Digagahi 2 Kali

“Saat tersangka mengembalikan uang kepada korban, bukan berarti kerugian materil dalam perkara dihitung nol Rupiah. Bukan begitu,” tambahnya.

Ia mengatakan besaran kerugian materil tersebut dihitung saat peristiwa pidana terjadi, dalam kasus ini berarti sebesar Rp1,7 Miliar.

“Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif hanya diberikan untuk kerugian di bawah Rp2,5 juta, seperti masyarakat kecil yang mencuri singkong, kakao, atau sekeping kayu sehingga mereka tidak perlu dibawa ke persidangan,” jelasnya.

Ia mengemukakan dengan tidak terpenuhinya syarat penghentian penuntutan tersebut maka Kecabjari Suliki selanjutnya akan melanjutkan proses perkara dan melimpahkannya ke pengadilan.

Untuk diketahui, alur untuk mendapatkan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif berawal dari jaksa yang meneliti perkara, kemudian diteruskan ke Kajari atau Kecabjari, lalu diteruskan lagi ke Kajati.

Baca Juga :   Korcab IV DJA I Kunjungi dan Berikan Bansos pada Panti Asuhan

Kajati yang akan menentukan apakah suatu perkara bisa dihentikan penuntutannya, atau tidak.

Sumber: ANTARA