Petani Riau Beralih ke Pertanian Organik: Dari Sawah Desa ke Rak Supermarket

Di tengah kenaikan harga pupuk dan keprihatinan terhadap kesuburan tanah, kelompok tani muda di Kampar, Siak, dan Kuantan Singingi menumbuhkan gerakan organik — bukan sekadar tren, tapi strategi ekonomi dan ekologis.

Kampar – cMczone.com | Sabtu, 8 November 2025

Pagi di Desa Lubuk Siam masih basah ketika sekelompok petani muda menyebar pupuk kompos hasil fermentasi sendiri. Tidak ada aroma pupuk kimia — hanya bau tanah dan daun kering. Dari petak-petak kecil yang dulu dipenuhi zat sintetis kini tumbuh padi yang hijau, tebal, dan mulai menarik pembeli dari Pekanbaru.
Gerakan pertanian organik itu bermula awal 2025: beberapa kelompok tani yang dipimpin petani muda mengikuti “Sekolah Lapang Pertanian Sehat” yang difasilitasi Dinas Pertanian Provinsi Riau bersama Universitas Riau dan LSM lingkungan. Dalam waktu singkat, praktik pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati menyebar ke tiga kabupaten utama — Kampar, Siak, dan Kuantan Singingi.

Baca Juga :   Ke Turki, Ansar Ahmad Promosikan Potensi Kepri...

Para petani menceritakan alasan praktis di balik langkah ini: harga pupuk kimia yang melambung, penurunan kesuburan tanah akibat penggunaan jangka panjang, dan peluang pasar produk sehat yang semakin besar.

“Kami tak mau terus bergantung pada input mahal. Kalau tanah sehat, hasilnya juga lebih stabil dan pembeli rela bayar lebih,” kata Suryadi, ketua salah satu kelompok tani di Kampar.

Gerakan bermula Januari 2025 ketika Dinas Pertanian membuka sejumlah pelatihan. Hingga November 2025 tercatat lebih dari 18 kelompok tani yang menerapkan praktik organik di wilayah tersebut. Produk beras organik dari pilot project sudah memasuki beberapa pasar modern di Pekanbaru dan dua toko online regional, dengan harga jual rata-rata sekitar Rp22.000/kg — hampir dua kali harga rata-rata beras lokal konvensional.
Pemerintah provinsi menyediakan pendampingan teknis (uji tanah, formulasi kompos) dan sedang merancang skema bantuan untuk biaya sertifikasi organik yang saat ini mencapai Rp10–15 juta per kelompok — hambatan nyata bagi ekspansi. Universitas Riau terlibat dalam uji kualitas tanah dan riset pupuk cair berbahan lokal.

Baca Juga :   Tumbuh 6,03% di Triwulan III 2022, Ekonomi Kepri Tertinggi di Wilayah Sumatera...

Langkah ini memiliki dimensi sosial-ekonomi dan lingkungan. Secara sosial, praktik organik menghidupkan kembali semangat kolektif di desa — gotong royong membuat kompos dan berbagi teknik bertani menjadi aktivitas komunitas. Ekonominya jelas: nilai tambah produk organik membuka ruang bagi pendapatan rumah tangga meningkat. Secara politik, gerakan rakyat ini menegaskan bahwa kebijakan pangan harus memberi ruang nyata bagi petani kecil — bukan hanya subsidi input yang sering berpihak pada distribusi besar.
Jika didukung skema pembiayaan, sertifikasi murah, dan akses pasar, Riau bisa menjadi model pertanian organik regional yang mengurangi ketergantungan impor pangan dan memperbaiki ekosistem lahan.

Catatan Redaksi cMczone.com:
Perubahan besar sering dimulai dari hal kecil: seikat kompos, sekelompok petani, dan tekad merawat tanah. Negara wajib hadir bukan dengan janji, tapi dengan jaminan pasar, pendampingan, dan akses sertifikasi. Kerja kecil ini adalah ibarat percikan yang bisa menyalakan kedaulatan pangan sejati.