Guru Honorer di Riau Tetap Mengajar Meski Belum Gajian: “Anak-anak Tak Boleh Berhenti Belajar”

Screenshot

Di tengah keterlambatan honor dan minimnya fasilitas, para guru honorer di pelosok Riau tetap mengabdi. Mereka menolak menyerah, karena bagi mereka, mendidik adalah ibadah.

Pekanbaru – cMczone.com | Sabtu, 8 November 2025

Suara anak-anak masih terdengar riuh dari ruang kelas berdinding papan di SD Negeri 021 Desa Muara Jalai, Kabupaten Kampar, Riau.

Di depan kelas, Nurhayati (41) berdiri dengan kapur di tangan, menulis pelajaran matematika di papan tulis yang sudah mulai rapuh.

Ia adalah seorang guru honorer yang sudah 12 tahun mengajar tanpa pernah tahu pasti kapan honornya akan cair.

> “Tiga bulan belum gajian, tapi saya tetap datang. Anak-anak butuh kami. Kalau kami berhenti, siapa lagi?” ujarnya dengan senyum kecil, menatap murid-muridnya yang duduk di kursi reyot namun penuh semangat.

Bagi Nurhayati dan ribuan guru honorer di Riau, mengajar bukan sekadar pekerjaan.

Baca Juga :   Dari Ruang Kendali Utama, Danlantamal IV Ikuti Rapim TNI Angkatan Laut Tahun 2021

Mereka sadar, pengabdian mereka adalah fondasi masa depan anak-anak yang lahir dari kampung dan ingin mengubah nasib lewat pendidikan.

Isi Lengkap (Kronologi, Data, Kutipan Pejabat & Masyarakat):

Data Dinas Pendidikan Provinsi Riau mencatat ada lebih dari 18.700 guru honorer aktif yang tersebar di kabupaten dan kota.

Dari jumlah itu, sekitar 60% belum menerima honor selama 2–3 bulan akibat keterlambatan administrasi daerah dan mekanisme transfer dana BOS.

Kepala Dinas Pendidikan Riau, Kamsol, M.Pd., membenarkan adanya keterlambatan tersebut.

“Kami sudah melakukan percepatan proses administrasi. Dana BOS pusat sudah masuk, tinggal tahap pencairan ke masing-masing sekolah,” ujarnya kepada cMczone.com.

Sementara itu, Ketua Forum Guru Honorer Riau, Suhardi, S.Pd., menegaskan para guru tetap memilih bertahan meski kondisi berat.

“Kami sadar ini bukan sekadar profesi, tapi perjuangan. Tapi pemerintah juga harus punya empati. Jangan biarkan kami terus menunggu,” katanya.

Baca Juga :   Laporan Dana Kempanye Tak Terbukti, Kuasa Hukum AMAN Lapor Balik Rionaldi Ke Polda Kepri

Beberapa guru bahkan harus mencari pekerjaan sampingan sebagai penjual makanan, buruh tani, hingga ojek daring untuk menutupi kebutuhan harian.

Namun mereka tetap menjaga komitmen hadir di sekolah setiap pagi — sebuah dedikasi yang jarang mendapat sorotan.

Analisis Kontekstual (Dampak Sosial, Ekonomi, dan Politik):

Fenomena guru honorer yang terlambat menerima gaji bukan hanya soal teknis birokrasi, tapi cermin dari masih lemahnya penghargaan negara terhadap tenaga pendidik di lapisan bawah.

Dalam konteks sosial, hal ini memunculkan paradoks: di satu sisi, guru diminta menjadi pahlawan tanpa tanda jasa, tapi di sisi lain, hak-hak mereka justru sering tertunda.

Dari sisi ekonomi, keterlambatan honor memperburuk daya beli masyarakat pedesaan dan menciptakan tekanan psikologis bagi para guru yang menghidupi keluarga dari upah tak menentu.

Baca Juga :   Petualangan Sang Penipu Berakhir Dibalik Jeruji Besi Polsek Sekernan

Secara politik, isu ini menjadi tantangan bagi pemerintah daerah — bagaimana menunjukkan empati nyata, bukan hanya seremonial Hari Guru.

Pemerhati pendidikan Universitas Riau, Dr. Feri Ardi, M.Ed., mengatakan:

 “Selama kita masih memandang guru honorer sebagai ‘tambahan’, bukan bagian dari sistem utama pendidikan, maka negeri ini akan terus miskin karakter.”

Catatan Redaksi cMczone.com:

Negeri ini berdiri di atas punggung para guru yang diam-diam berjuang tanpa pamrih.

Mereka mungkin tak viral, tak tampil di televisi, tapi di tangan mereka masa depan bangsa ditulis dengan kapur dan kesabaran.

Negara boleh bangga dengan gedung megah dan kurikulum modern, tapi tanpa kesejahteraan guru, semua itu hanyalah ilusi pembangunan.

Menghargai guru bukan dengan pujian, tapi dengan keadilan.

Karena mereka bukan sekadar pengajar, mereka adalah penjaga peradaban.