Berita  

Kasus “RRT”: Roy Suryo, Rusmo, dan Tifa Dipanggil Penyidik Polda Metro Jaya Terkait Dugaan Penyebaran Informasi Menyesatkan

Screenshot

Polisi dalami motif, alur penyebaran konten, serta dampak sosial dari isu ijazah yang kembali memicu polemik nasional.

Jakarta – cMczone.com | 21 November 2025

Polda Metro Jaya memanggil tiga figur publik—Roy Suryo, Rusmo, dan aktivis Tifa—untuk menjalani pemeriksaan lanjutan terkait dugaan penyebaran informasi menyesatkan di media sosial. Kasus ini kembali menjadi perhatian publik setelah sejumlah unggahan viral mengenai isu keaslian dokumen pendidikan Presiden Joko Widodo beredar luas dan memicu perdebatan nasional.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menjelaskan bahwa pemanggilan ketiganya dilakukan untuk mendalami peran serta masing-masing dalam penyebaran narasi yang dianggap berpotensi menyesatkan dan memicu kegaduhan publik.

“Ketiga yang bersangkutan dimintai klarifikasi mengenai sumber informasi, alasan penyebaran, dan apakah ada indikasi koordinasi dengan pihak tertentu,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya.

Baca Juga :   Diduga Ratusan Tiang TM PLN di Sepanjang Jalan Pemda Langgam Pelalawan Riau Raib?

Menurut penyidik, kasus ini bukan hanya menyangkut konten yang diunggah, tetapi juga pola penyebaran digital yang memengaruhi opini publik secara masif. Polisi sedang menelusuri apakah terdapat network yang secara sistematis mempercepat peredaran isu di berbagai platform seperti X, TikTok, dan kanal YouTube.

Roy Suryo tiba paling awal dan menyatakan dirinya siap memberi keterangan. Seperti biasa, ia menegaskan bahwa unggahan yang ia komentari hanya berupa analisis teknis tanpa niat politis. Sementara itu, Rusmo hadir dengan didampingi penasihat hukum, menyebut bahwa dirinya hanya meneruskan informasi yang beredar di publik. Tifa, yang dikenal sebagai aktivis hak sipil, menegaskan bahwa kritik terhadap pejabat publik merupakan bagian dari kebebasan berekspresi, namun ia tetap menghormati proses hukum.

Baca Juga :   Rizki Kurniawan Nakasri (RKN) dan Kesiapan Menghadapi PILKADA

Di sisi lain, sejumlah pakar hukum menilai bahwa kasus ini akan menjadi salah satu tolok ukur bagaimana aparat penegak hukum menangani penyebaran informasi digital pada era pasca-pemilu. Mereka menekankan perlunya keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan akurasi informasi.

Masyarakat terbagi dalam menyikapi pemeriksaan ini. Sebagian menilai penyelidikan adalah langkah tepat untuk menghentikan penyebaran hoaks yang menggerus kepercayaan publik. Sementara sebagian lainnya menilai bahwa kritik terhadap pejabat seharusnya tidak otomatis dipidana.

Polisi juga mengingatkan bahwa penyebaran informasi yang tidak terverifikasi dapat dijerat UU ITE apabila terbukti menimbulkan kerugian atau keresahan publik. Namun hingga berita ini diturunkan, ketiga tokoh tersebut masih berstatus saksi.

Baca Juga :   Ketua DPRD Sumbar (Supardi) Melepas Pawai Alegoris Perayaan Khatam Al-Qur'an SD Plus Muhammadiyah

Kasus “RRT” mencerminkan tantangan besar bangsa ini dalam menghadapi banjir informasi digital. Polarisasi, politik identitas, serta maraknya akun anonim membuat ekosistem informasi semakin rawan dimanipulasi. Penegakan hukum harus proporsional, transparan, dan tidak tebang pilih agar tidak menciptakan preseden buruk bagi kebebasan berpendapat.

Catatan Redaksi cMczone.com

Kebenaran adalah fondasi demokrasi. Perbedaan pendapat boleh, kritik wajib, tetapi manipulasi fakta adalah bentuk pengkhianatan terhadap publik.