Masyarakat Adat Talang Mamak Suarakan Hak Atas Lahan dan batas Desa di Hadapan Pemerintah dan Perusahaan

Pekanbaru – Upaya penyelesaian konflik agraria dan sengketa tata batas desa dalam wilayah konsesi hutan tanaman industri (HTI) kembali mendapatkan momentum melalui kegiatan Dialog Moderasi & Remediasi FSC Tingkat Provinsi Riau, Selasa (3/12/2025). Acara ini berlangsung meriah dan penuh dinamika dengan kehadiran lebih dari 150 peserta dari berbagai kabupaten, perusahaan, lembaga pemerintah, organisasi masyarakat sipil, hingga masyarakat adat.

Dialog ini menjadi ruang yang sangat penting bagi masyarakat untuk menyampaikan persoalan-persoalan yang selama ini menimbulkan ketidakadilan dan ketegangan di lapangan. Salah satu delegasi yang paling mendapatkan perhatian dalam forum tersebut adalah masyarakat adat Talang Mamak dari Desa Talang Durian Cacar, Kabupaten Indragiri Hulu, yang tengah menghadapi konflik batas wilayah Desa dan Konflik dengan perusahaan HTI PT Bukit Betabuh Sei Indah (BBSI) ynag telah terjadi selama sepuluh tahun terakhir tanpa ada tanda tanda penyelesaian.

Dihadiri Pejabat Tinggi Daerah: Bukti Keseriusan Pemerintah dalam Menangani Konflik Masyarakat–Perusahaan

Kegiatan dialog ini turut dihadiri tokoh-tokoh penting dari pemerintah daerah, antara lain:
- Zulfahmi Adrian, Sekretaris Daerah Kabupaten Indragiri Hulu
- Zukri, Bupati Kabupaten Pelalawan
- Syamsurizal, Wakil Bupati Kabupaten Siak
- Perwakilan resmi dari Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi
- Sejumlah pejabat OPD dari berbagai kabupaten yang berhubungan dengan tata ruang, kehutanan, dan pemberdayaan masyarakat

Kehadiran para pejabat ini bukan hanya formalitas, melainkan bentuk komitmen untuk mendengarkan langsung suara masyarakat dan mencari solusi yang adil. Konflik masyarakat–perusahaan di Riau memang sudah berlangsung puluhan tahun, dan kehadiran pejabat di forum ini menunjukkan adanya keseriusan untuk mencari jalan keluar yang lebih terarah dan berbasis data.

150 Peserta dari 10 Desa Hadir, Termasuk Delegasi Talang Mamak
Forum ini diikuti oleh 10 desa dari berbagai kabupaten yang memiliki persoalan serupa, khususnya desa-desa yang berbatasan langsung dengan areal konsesi HTI. Tak hanya itu, organisasi lingkungan hidup seperti WALHI Riau, Jikalahari, JMGR, WWF, hingga akademisi dari beberapa universitas juga ambil bagian dalam diskusi.
Suasana forum berjalan sangat interaktif. Para peserta terlihat antusias untuk menyampaikan persoalan dan keluhan atas konflik yang mereka hadapi. Mulai dari persoalan batas desa, hilangnya wilayah adat, perambahan perusahaan, hingga absennya mekanisme FPIC (Free, Prior and Informed Consent) dalam pelaksanaan aktivitas HTI.
Kasus Desa Talang Durian Cacar Menjadi Sorotan: Hilangnya 800 Ha dalam Pemekaran Desa
Delegasi dari Desa Talang Durian Cacar tampil sebagai salah satu pihak yang menyampaikan kasus paling kompleks dan berdampak besar. Mereka menjelaskan bahwa berdasarkan Kesepakatan Tapal Batas dengan Desa yang dimekarkan telah terjadi pergeseran yang sangat luas dan sangat merugikan Desa Talang Durian Cacar, sebanyak lebih kurang 800 hektare merupakan wilayah sah Desa Talang Durian Cacar kini masih dikuasai oleh PT BBSI tanpa dasar yang jelas.
Pasca pemekaran Desa Ekok pada tahun 2007, seluruh areal tersebut — tanpa musyawarah ulang dan tanpa persetujuan desa induk — dimasukkan sepenuhnya ke dalam wilayah Desa Ekok. Perubahan batas ini diduga kuat terjadi di tahap teknis pemetaan, bukan pada kesepakatan formal tingkat desa.
Selain itu, sejak tahun 2016 tidak ada lagi perjanjian kerjasama yang sah antara Desa Talang Durian Cacar dan PT BBSI. Namun perusahaan tetap menjalankan operasionalnya dan bahkan diduga memperpanjang kerjasama dengan Desa Ekok tanpa FPIC dari masyarakat Talang Durian Cacar.
Hal ini memunculkan pertanyaan besar mengenai legalitas operasional perusahaan dan keabsahan pemanfaatan wilayah adat di atas tanah sengketa.
FPIC Jadi Isu Utama: Tidak Ada Persetujuan Masyarakat Adat
Dalam forum, masyarakat Talang Mamak menegaskan bahwa mereka tidak pernah memberikan FPIC (Persetujuan Bebas, Didahulukan, dan Diinformasikan) atas penggunaan lahan mereka, baik sebelum perpanjangan kerjasama maupun saat perubahan batas pasca pemekaran desa.
Ketidakjelasan batas wilayah ini tidak hanya berdampak pada hak desa, tetapi juga pada:
- akses pengelolaan adat,
- ruang penghidupan masyarakat,
- peradaban budaya Talang Mamak,
- dan potensi konflik horizontal antar desa.
FSC yang dikenal ketat terhadap prinsip FPIC mencatat dengan serius penyampaian masyarakat Talang Durian Cacar. Dalam standar FSC, perusahaan yang masih memiliki konflik aktif dan belum menyelesaikan FPIC tidak dapat memperoleh atau mempertahankan sertifikasi.
APRIL Group dan Sinar Mas Grup Hadir dan Diminta Komitmen Kuat terhadap Prinsip FSC
Perwakilan APRIL Group dan Sinar Mas Grup, dua perusahaan besar di sektor pulp & paper, hadir sebagai peserta. Sebagai entitas yang beroperasi dalam ekosistem kehutanan Riau, perusahaan ini diminta menunjukkan itikad baik dan komitmen penuh pada standar FSC, terutama terkait:
- penyelesaian konflik sosial,
- verifikasi batas wilayah desa,
- penghormatan terhadap masyarakat adat,
- serta penerapan FPIC secara penuh dan terbuka.
FSC menekankan bahwa seluruh perusahaan yang bermitra atau berada dalam ekosistem pemasok APRIL dan Sinar Mas Grup harus memenuhi standar yang sama, terutama di wilayah yang masuk dalam proses remediasi.
Pemerintah: Tidak Boleh Ada Desa yang Dirugikan oleh Pemetaan
Sekda Indragiri Hulu, Zulfahmi Adrian, dalam kesempatan itu menyatakan bahwa pemerintah daerah memberikan perhatian penuh terhadap persoalan batas wilayah yang merugikan masyarakat. Ia menyebutkan bahwa batas administratif harus mencerminkan fakta historis dan kesepakatan desa, bukan sekadar hasil teknis pemetaan, “Pemerintahan Daerah Kabupaten Inhu berkomitmen dan siap memfasilisatsi agar penyelesaian konfilk ini segera dapat diselesaikan serta Pesan dari Buoati Inhu agar Perusahaan memberikan kemudahan serta Akses Rencana jalan Elak jika melalui lahan Perusahaan yang merupakan Solusi dari persoalan yang terjadi saat ini”ucap Zukfahmi
Di sisi lain, Bupati Pelalawan Zukri menegaskan bahwa penyelesaian konflik agraria harus menjadi prioritas karena dampaknya sangat luas, mulai dari ekonomi masyarakat hingga stabilitas daerah.
Wakil Bupati Siak Syamsurizal menambahkan bahwa semua pihak harus mengedepankan penyelesaian melalui musyawarah dan pemetaan partisipatif, bukan tindakan sepihak.
Peserta Minta Dibentuk Tim Verifikasi Batas Independen
Salah satu usulan paling penting dalam forum ini adalah pembentukan Tim Verifikasi Batas Independen yang melibatkan:
- Pemerintah Provinsi
- Pemkab terkait
- FSC / PUG
- Akademisi
- LAM Riau
- Perwakilan desa-desa terdampak
Usulan ini mendapat respons positif dari peserta lain, mengingat banyak desa menghadapi persoalan serupa.
Kesimpulan: Forum FSC Menjadi Ruang Aspirasi Masyarakat yang Terabaikan
Dialog Moderasi & Remediasi FSC menjadi momentum penting bagi masyarakat adat Talang Mamak dan desa-desa di Riau untuk menyuarakan hak mereka dalam konteks keberlanjutan pengelolaan hutan.
Dengan kehadiran pemerintah, perusahaan, dan lembaga internasional, forum ini diharapkan menjadi:
- pintu masuk penyelesaian konflik lahan,
- ruang penegasan hak masyarakat adat,
- media koreksi atas pemetaan yang keliru,
- dan dasar bagi perusahaan untuk memperbaiki tata kelola sesuai standar FSC.
Masyarakat berharap hasil dialog ini ditindaklanjuti dengan tindakan konkret, terutama terkait verifikasi batas Desa Talang Durian Cacar dan penyelesaian konflik lahan 1.764 hektare yang telah berlangsung lebih dari satu decade.
Rusdi Bromi salah seorang perwakilan Masrakat Adat Talang Mamak pada kesempatan tersebut menyampaikan Berbelasungkawa atas musibah Banjir dan lonsor yang menimpa saudar saudara kita di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dengan hamper 800 Koraban Jiwa dan ratusan orang masih belum ditemukan hingga hari ini, “kita tidak menampik factor Cuaca yang terjadi namun diperparah disebabkan oleh ulang manusia melalui Korporasi yang membabat dan menggunduli hutan. Untuk itu kami minta semua Pihak yang hadir saat ini betul betul serius dan memiliki komitmen untuk menjaga kelestarian Hutan bukan hanya seremonila belaka” ucap Romi, untuk itu pada kesempatan ini guna menylesaikan persoalan yang ada disesa Kami minta :
- Audit batas desa oleh tim pemetaan independen
- Moratorium aktivitas PT BBSI di atas wilayah sengketa
- Verifikasi FPIC terhadap masyarakat Talang Durian Cacar
- Klarifikasi dokumen pemetaan 2006–2007
- Pemasukan kasus ini sebagai bagian prioritas Remediasi FSC tingkat provinsi.
Rusdi Bromi juga mempertanyakan dan menyatakan langsung kepada Direktur PUG Ir Nazir Foead MSc bahwa Perusahaan yang masih berkonflik dengan masyarakat tidak diberikan Sertifikasi oleh FSC dan juga meminta Perusahaan memiliki kejujuran dan itikat baik dalam menjalankan Usahanya, jangan masyarakat yang terus terusan mejadi Korban Perusahaan yang tidak bertanggung jawab” ucap Romi.







