Berita  

Putusan Bebas Samin Tan Tegaskan Tren Vonis Ringan Terdakwa Korupsi Semakin Mengkhawatirkan

cMczone.com– ICW menilai Mahkamah Agung (MA) tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi setelah Kasasi yang diajukan Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas vonis bebas Samin Tan pada tingkat pertama ditolak.

Sebagaimana dilansir Lembaga Pemantau Korupsi (ICW) dalam siaran pers nya yang menyoroti data atas tren vonis ringan dan pemotongan hukuman untuk koruptor sepanjang 2020-2021 semakin mengkhawatirkan.

“Kita bisa melihat gambaran bahwa memang secara umum MA sebagai sebuah institusi cenderung tidak suportif atau tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi dalam hal pemenjaraan terdakwa kasus korupsi melalui maksimalisasi hukuman, baik di tingkat kasasi, maupun di tingkat PK. Karena yang trennya itu menunjukkan hal yang sebaliknya,” ujar Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter dalam acara diskusi ICW, Minggu (19/6).

Baca Juga :   Kasihhati Apresiasi Program Pembinaan Lapas Kelas 1 Madiun Ciptakan WBP Trampil dan Unggul

Samin Tan didakwa secara alternatif menggunakan pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor atau Pasal 13 UU Tipikor. Ia dituduh karena memberikan gratifikasi sebesar Rp 5 miliar kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih. Gratifikasi tersebut dilakukan sebanyak tiga kali, melalui Tata Maharaya staf Eni Saragih.

Setelah melarikan diri dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Mei 2020 hingga akhirnya ditangkap oleh Tim KPK pada 5 April 2021, Samin Tan justru menerima putusan bebas dari Majelis Hakim Mahkamah Agung. Putusan tersebut disampaikan pada 9 Juni 2022.

Dalam pertimbangan majelis hakim pengadilan tingkat pertama, diketahui bahwa Samin Tan dibebaskan karena tidak memenuhi dakwaan jaksa sebagai pemberi gratifikasi. Dasar pertimbangannya adalah, karena UU Tipikor tidak mengatur secara khusus pasal mengenai pemberi gratifikasi, tidak seperti pasal pemberi suap yang diatur secara jelas. Majelis Hakim Kasasi di Mahkamah Agung menguatkan putusan tersebut dan menyatakan bahwa Samin Tan adalah korban pemerasan Eni Saragih.

Baca Juga :   Berdasarkan Pemberitaan Media cmczone.com, Kepala Inspektorat: Kami Sudah Membentuk Tim Dan Sudah Memeriksa Instansi Terkait Dari 13/4/22

ICW menilai Rangkaian putusan ini dapat berakhir menyesatkan, hal ini dinyatakan dalam siaran pers nya dalam www.antikorupsi.org. Menurut ICW karena ini bukan kali pertama seorang pemberi gratifikasi dijerat menggunakan UU Tipikor. Simon Gunawan Tanjaya dalam kasus korupsi yang menjerat Mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini, serta M. Bukhori dan Harjanto sebagai pemberi gratifikasi kepada Mantan Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman merupakan beberapa contoh pemberi gratifikasi yang dijerat dengan UU Tipikor.

Kondisi MA kini dianggap Lalola dalam tahapan yang cukup mengkhawatirkan. Karena dulu, tiap perkara korupsi yang ditangani MA jarang yang ujungnya tak diberikan pemberatan. Namun, menurutnya, kondisi itu kini telah berbalik 180 derajat.

Baca Juga :   NETFID (Network for Indonesian Democratic Society) Riau Gelar Audiensi dengan KPU Provinsi Riau

Lebih jauh Lalola menambahkan bahwa perbaikan secara simultan dibutuhkan oleh MA ke depan untuk mengantisipasi agar lembaga peradilan tertinggi di Indonesia nantinya justru dapat dimanfaatkan oleh mereka para pihak yang tengah berperkara untuk melakukan tawar-menawar terkait jerat pidana yang mereka peroleh di tingkat pertama atau banding.

Penulis: Pache