Adab Menentukan Sikap

Oleh : Suyono Saeran 

Dalam ajaran agama apapun soal adab dan etika itu penting bagi kehidupan manusia. Dalam Islam sendiri soal adab punya derajat yang tinggi. Kualitas seorang hamba sangat ditentukan oleh bagaimana dia beradab dan beretika. Tidak hanya pada Tuhannya tetapi juga kepada sesama manusia, alam dan lingkungannya.

Karena itu dalam Islam ada istilah al-‘adabul fauqol ‘ilmi. Adab itu lebih tinggi dari pada ilmu. Jika kita tidak beradab sedangkan kita berilmu, maka artinya ilmu itu tidak berupaya mentarbiyyah (mendidik) diri kita sendiri.

Seseorang yang beradab padahal dia tidak berilmu maka itu lebih baik dibanding seorang yang berilmu tetapi tiada beradab.

Adab juga menjadi tolok ukur dalam membentuk karakter orang sehingga memperoleh predikat umat yang berkualitas.

Jika ingin menyampaikan ilmu haruslah beradab. Jika ingin menasihati haruslah tahu adab dan etika cara menasehati. Jika ingin mengajak pada kebaikan meski hanya hal-hal kecil sekalipun haruslah di dalam adab yang benar. Karena dakwah pertama yang dilakukan Muhammad pun juga soal adab dan etika.

Baca Juga :   Diskusi dengan MPC PP Kab. Solok, Maigus: Solok Butuh Perubahan Nyata

Nabi berpesan, sampaikan kebaikan dengan cara-cara yang baik. Ajaran ini mengandung makna jangan sampai meruntuhkan akhlak kita untuk memberi akhlak kepada orang lain.

Dalam dunia politik, ada istilah yang populer yang sering kita dengar dengan kredo ‘politik santun’. Tentu itu bukan sebuah istilah yang biasa saja tetapi di dalamnya ada harapan masyarakat luas tentang politik yang beradab. Politik yang menghindari praktek-praktek menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Politik santun atau politik yang beradab dalam euforia Pilkada sering kali ditepikan. Kadang kita, sengaja atau tidak, lebih bangga menggunakan cara-cara yang kering etika, tandus moral dan jauh dari ketaatan pada azas karena hanya ingin menjatuhkan lawan politik. Karenanya seringkali diproduksi hoax sebanyak-banyaknya, ungggahan kebencian yang tidak berseri dan adu domba yang merimba karena ingin mengambil keuntungan dukungan dari publik.

Baca Juga :   Presiden Lantik Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, Kepri dan Bengkulu

Tetapi kecerdasan publik selalu memfilter cara-cara politik yang tidak beradab. Selalu bisa memberikan penilaian yang jujur, mana yang pantas dan mana yang tidak berkelas. Kesantunan selalu menjadi sebuah keniscayaan bagi publik untuk menentukan pilihan.

Secara diam-diam, publik merekam dan mencatat semua perilaku politik yang dilakukan para politisi untuk nantinya sebagai sandaran dalam menentukan pilihan. Politisi yang santun selalu mendapat tempat tersendiri dalam hati publik. Politisi yang tidak beradab lambat laun pasti akan teraleaneasi dan tergerus dari persepsi publik. Karena memang secara ideal politik sejatinya berusaha memanifestasikan nilai-nilai luhur yang ada dalam masyarakat dalam realitas kehidupan. Pandangan ideal ini secara rasional berangkat dari logika berpikir sederhana dengan dikotomi hitam-putih; benar-salah dan baik-buruk.

Baca Juga :   Kampanye Akbar Prabowo di Makassar, Agus Anwar Moka : Kemenangan Prabowo Akan Menyebar di 24 Kabupaten/Kota di Sulawesi.

Politik itu secara sederhana dapat kita artikan sebagai suatu upaya memperoleh, merebut atau meraih, memelihara, serta mempertahankan kekuasaan. Dengan demikian setiap langkah atau gerak untuk mencapai suatu kedudukan atau posisi pada hakikatnya sudah masuk ranah politik.

Tetapi, tidak semua upaya untuk memperoleh posisi yang lebih tinggi dilakukan dengan cara-cara yang tidak baik. Misalnya, seorang Ansar Ahmad yang pernah menjabat sebagai Bupati Bintan dua periode dan sekarang adalah Calon Gubernur Kepulauan Riau selalu berusaha menjalani kehidupan politik yang beretika serta sesuai aturan dan rambu-rambu demokrasi. Ansar yakin cara-cara politik yang baik bukan sebuah kemustahilan dalam bangunan politik di negeri ini.