Berita  

KRISIS BENCANA SUMATRA: Banjir & Longsor Masif — Ratusan Tewas, Ratusan Hilang, Puluhan Ribu Mengungsi

Screenshot

Aceh, Sumut, dan Sumbar paling parah terdampak — upaya darurat dan kritikan terhadap penanganan bergulir

Jakarta / Sumatra — cMczone.com, 1 Desember 2025

Gelombang cuaca ekstrem — hujan intens dan turun terus-menerus — telah memporak-porandakan sejumlah provinsi di Pulau Sumatra. Banjir bandang dan tanah longsor melanda berbagai kabupaten/kota di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan West Sumatra (Sumbar). Hingga hari ini, data resmi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya 303 orang meninggal dunia, ratusan hilang, dan puluhan ribu mengungsi. 

Di Sumatera Utara — provinsi dengan korban terbanyak — tim evakuasi menemukan 217 jenazah dan masih mencari lebih dari 200 orang hilang. Banyak rumah hanyut, jalan terputus, dan akses komunikasi lumpuh di wilayah terdampak. 

Di Aceh, hujan ekstrem dan longsor menyebabkan setidaknya 96 korban tewas dan ratusan keluarga kehilangan tempat tinggal. 

Baca Juga :   Balai Latihan Kerja Payakumbuh Buka Pelatihan Pembuatan Roti dan Kue di Lubeg Padang

Di Sumatra Barat, 13 kabupaten/kota terdampak — banjir dan longsor menggenangi rumah serta merusak jalan, jembatan, dan infrastruktur vital. Pemerintah provinsi menetapkan status darurat bencana selama 14 hari. 

Badan penanggulangan bencana melaporkan puluhan ribu warga telah mengungsi ke pos-pos darurat, balai sekolah, dan tempat aman lainnya. Banyak keluarga kehilangan tempat tinggal dan kebutuhan dasar, seperti makanan, air bersih, dan layanan kesehatan, menjadi darurat. 

Tim SAR gabungan (TNI, Polri, BPBD, relawan) telah dikerahkan secara masif. Di lokasi rawan longsor–banjir di Sumut, polisi menyatakan status darurat dan mengerahkan seluruh kekuatan, termasuk helikopter, untuk evakuasi dan penyelamatan. 

Pemerintah provinsi di Aceh, Sumut, dan Sumbar juga membuka posko darurat, mendistribusikan logistik, dan mengerahkan ambulans serta medis darurat. Namun akses ke banyak wilayah terpencil sulit dilewati — jalan tertutup material longsor, banyak jembatan hanyut, dan cuaca yang terus memburuk memperlambat bantuan.

Baca Juga :   Warga Sungai Rampah Antusias Ikuti Vaksinasi

Sejumlah aktivis lingkungan dan hak asasi manusia menilai penanganan bencana ini terlalu reaktif. Mereka mendesak pemerintah menetapkan status “Bencana Nasional” untuk bencana Sumatra saat ini — agar akses anggaran dan sumber daya bisa diperluas serta pemulihan infrastrukturnya cepat. 

Mereka juga menyerukan evaluasi tata kelola lingkungan dan kehutanan: deforestasi, konversi lahan gambut, dan alih fungsi hutan dianggap memperparah dampak banjir dan longsor. Jika tidak ada pencegahan jangka panjang, tragedi seperti ini diprediksi akan terus ulang setiap tahun. 

Bencana ini memperlihatkan dua hal: pertama, perubahan iklim dan cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi — membutuhkan adaptasi sistemik dan kesiapsiagaan nasional. Kedua, konflik antara pembangunan dan kelestarian lingkungan — tata ruang, fungsi hutan, dan pengelolaan DAS harus menjadi prioritas, bukan sekadar urusan “setelah bencana”.

Baca Juga :   Pembangunan Gedung Disdikbud Limapuluh Kota Memakan Korban, Kadisnakertrans Sumbar Turunkan Petugas Wasnaker Lakukan Penyelidikan

Darurat kemanusiaan hari ini harus dipandang sebagai alarm: kalau kita terus abaikan alam, kita akan terus dihukum alam. Pemulihan infrastrukturnya penting, tetapi perbaikan kebijakan lingkungan dan pembangunan harus lebih penting lagi.

Catatan Redaksi cMczone.com

Rakyat tidak butuh lip service — mereka butuh keadilan, perlindungan, dan masa depan yang aman. Kita korbankan lahan, hutan, dan sungai demi pembangunan jangka pendek, lalu kita heran ketika air datang menghantam rumah-rumah. Bencana ini adalah kesalahan kolektif — dan tanggung jawab kita semua untuk memperbaiki.