Berita  

Tradisi Alek Bakajang Kembali Dilaksanakan Setelah Vacum Selama Dua Tahun Dari Luapan Kebahagiaan Sampai Suka Cita Kemenangan

cMczone.com- Raut wajah bahagia tampak menyelimuti ribuan Masyarakat Gunuang Malintang maupun pengunjung yang sengaja datang untuk menyaksikan Alek Bakajang . Pasalnya tradisi kebudayaan terbesar didaerah tersebut sempat ditiadakan dua tahun terakhir karena Pandemi Covid-19, tradisi budaya yang telah dilaksanakan secara turun-temurun ini kembali digelar pada hari, Kamis (05/05/2022) di Jorong Koto Lamo Nagari Gunuang Malintang.

“Tradisi Bakajang yang sempat vacum selama dua tahun akibat covid-19, sangat di sambut gembira oleh masyarakat setempat antusiasme masyarakat dalam menanti alek bakajang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dirasakan dengan ramainya pengunjung pada perhelatan tahun ini”. Ujar Gehan, Pemuda setempat

Lima buah kajang (perahu) yang mewakili masing-masih jorong di daerah tersebut, berlayar di Batang Maek yang membelah Nagari Gunuang malintang, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota.

Kajang-kajang itu dibuat masyarakat Nagari Gunuangmalintang untuk memeriahkan tradisi bakajang atau bersampan selepas Hari Raya Idul Fitri, seperti tahun-tahun sebelumnya tradisi Bakajang di laksanakan selama 5 hari yaitu dari tanggal 5 sampai 9 Mei 2022.

Baca Juga :   Mahruf Pimpin Audiensi Bersama Masyarakat Terkait Kerusakan Jalan Geragai - Mendahara

Sebelum pelaksanaan alek bakajang setiap kepala suku akan diundang untuk menghadiri kegiatan “manjalang mamak gadang” yang diadakan di dalam rumah salah satu kepala suku (istano).

Dalam kegiatan tersebut kepala suku akan bermusyawarah dengan anak kemenakan serta perangkat desa untuk membahas permasalahan yang ada di masyarakat sebelum mereka membahas kegiatan bakajang tersbut.

Tradisi bakajang di Nagari Gunuangmalintang tidak hanya menjadi hiburan masyrakat setelah berpuasa selama satu bulan namun jauh daripada itu terdapat sebuah filosofi sejarah, bahwasanya tradisi ini merupakan simbol penghormatan anak kemenakan terhadap penghulu dan bundo kanduang.

”Biasanya, setiap kajang yang ikut serta dalam satu jorong, harus ada izin dari penghulu atau bundo kanduang di jorong itu. Cara minta izinnya, ya dengan memakai sambutan adat atau alua pasambahan,” kata Haji Chandra, tokoh masyarakat setempat.

Alek bakajang yang dilaksanakan selama lima hari tersebut dinilai sangat meriah dimana pada setiap harinya masyarakat setempat dan pengunjung selalu memadati tempat kegiatan tersebut. Dan dihari puncak kegiatan, dilaksanakan upacara penutupan sekaligus pengumuman juara yang memperebutkan piala bergilir untuk pemenang kajang (kapal) terbaik dan terindah tidak hanya dari segi fisik, penilaian pemenang juga mencankup , filosi adat, norma dan nilai-nilai sejarah, sehingga pada tahun ini juri menetapkan daerah koto Mesjid sebagai juara pertama mengungguli juara tahun lalu yaitu nagari koto Lamo.

Baca Juga :   Tim BLD Musangking RKN Tanam Bibit di Gurun dan Balai Talang

“Rasa senang, sedih dan bahagia bercampur , setelah rasa lelah dan letih terbayarkan dengan menjadi juara pada perhelatan bakajang tahun ini, kami berharap alek bakajang bisa selalu dapat dilestarikan sebagai salah satu kebudayaan adat Minangkabau yang tidak hanya dikenal masyarakat indonesia namun dapat dikenal dunia nantinya,” tegas salah satu pemuda, Perwakilan pemenang kajang tahun 2022.

“Saya sebagai bagian dari masyarakat sangat menghormati dan berjanji akan menjaga tradisi kebudayaan yang ada didaerah saya. salah satunya tradisi alek bakajang ini, yang menjadi salah satu kebudayaan yang telah meraih penghargaan dalam pergelaraan API Award pada tahun 2021. Oleh sebab itu selaku pemuda tentunya saya mengajak kepada kawan-kawan untuk selalu bisa menjaga dan melestarikan kebudayaan yang ada di daerah kita masing-masing,” Tegas saya pribadi

Baca Juga :   Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Yang Rp 0,- di Dinas Perhubungan Kabupaten Limapuluh Kota, Kok Bisa?

Tentang Alek Bakajang
Bakajang adalah salah satu tradisi Nagari Gunuang Malintang yang sudah turun-temurun dari nenek moyang. Kajang merupakan alat transportasi di masa lalu yang digunakan oleh niniak mamak 4 suku dari Candi Muara Takus menuju Nagari Gunuang Malintang yang melintasi perairan sungai Batang Mahat.

Pada zaman dahulu Bakajang hanya menggunakan sampan yang dihiasi oleh kain berwarna warni , namun dengan seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, maka kajang sekarang sudah mengalami perubahan, baik dari segi bentuk, ukuran, dan bahan yang digunakan. Sekarang Bakajang menggunakan sampan yang dihias menggunakan papan triplek yang telah dicat diidentik menyerupai kapal pesiar yang megah.

Penulis: Isa Ahmad