Menanti DPRD yang Bisa Mengawal Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Perbaikan Pembangunan

Pekanbaru,(cMczone.com) – Hingga hari ini, semua anggota DPRD di kabupaten/kota se-Riau dan DPRD Provinsi Riau periode 2019-2024 telah resmi dilantik. Harapan masyarakat Riau terhadap anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota semoga selalu memegang amanah dan dapat bekerja dengan baik sesuai janji saat kampanye. Harapan besar ini wajar diinginkan, karena indeks kepuasan publik belum berpihak kepada para wakil rakyat.

Menurut Direktur Pusat Riset Pemilu dan Demokrasi (SELARAS), Herman Susilo, hal ini dimaknai bahwa sejauh ini DPRD belum optimal menjalankan seluruh peran dan fungsinya. Tanpa menafikan kerja keras dan kinerja yang baik yang ditunjukkan sejumlah anggota dewan periode sebelumnya. Namun setuju atau tidak, dengan berbagai indikator kinerja
kelembagaan DPRD Riau dan DPRD Kabupaten/Kota se-Riau periode sebelumnya secara umum masih jauh dari harapan.

“Menarik kita tunggu kinerja wakil rakyat mendatang, kekurangan pada periode sebelumnya harus menjadi bahan koreksi untuk perbaikan DPRD secara kelembagaan ke depan. wajah lama berbaur dengan wajah baru di DPRD diharapkan menjadi harmoni bagi kekuatan lembaga legislatif dalam memberikan nuansa kehidupan yang demokratis bagi pembangunan daerah,” kata Herman.

Fungsi Legislasi, anggaran dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat harus hidup ditengah semangat anggota DPRD yang dijalankan dengan penuh integritas, kejujuran dan pengabdian.

Divisi Riset dan Pengelolaan Data SELARAS mencatat, dari semua kursi yaitu 545 kursi yang ada di DPRD Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota di Riau, ada 302 kursi legislator baru, atau setara dengan 56,26% perolehan seluruh kursi yang tersedia. Berarti ada harapan baru yang diharapkan masyarakat Riau kepada anggota dewan periode 2019-2024
untuk mengawal pembangunan Riau menjadi lebih baik ke depan.

Baca Juga :   Memaknai Keadilan Dan Hukum Alam

“Setelah dilantik, dewan sejatinya perpanjangan maksud rakyat, bukan perpanjangan partai politik. DPRD jangan hanya menjadi stempel pemerintah daerah yang menjadikan legislatif tak bertaring dihadapan eksekutif. Proposal-proposal pemerintah dengan mudah lolos begitu saja tanpa ada peran pengawasan yang objektif dari parlemen,” lanjut konsultan politik yang lama di Polmark Indonesia ini.

Semestinya, Herman berpendapat, pemerintah tanpa kekuatan oposisi yang memadai adalah kerugian tersendiri bagi rakyat. Demokrasi yang sehat akan terwujud jika ada mekanisme checks and balances antara legislatif dan eksekutif berjalan dengan optimal.

“Kontrol dari dewan terhadap setiap kebijakan pemerintah daerah menjadi kebutuhan bagi rakyat dalam perbaikan pembangunan, apalagi dengan isu-isu yang berpotensi merugikan rakyat secara keseluruhan,” tutup Herman. ***