Batam itu Gajah dan Bintan itu Semut

Oleh: Suyono 

Berbicara kesuksesan seorang pemimpin membangun daerahnya jangan ditampilkan yang indah di depan mata saja. Tapi lihatlah apakah pembangunan yang dijalankan menimbulkan disparitas wilayah atau tidak. Apakah pembangunan yang dihasilkan menghasilkan ruang yang cukup bagi ekspektasi yang namanya keadilan.

Menyandingkan Batam dan Bintan adalah ibarat seperti menyandingkan gajah dan semut. Dua daerah yang sangat berbeda dari semua sisi. Ada disparitas yang jauh dari keduanya.

Batam dengan segala kelebihannya merupakan daerah yang dilengkapi dengan fasilitas penuh. Dua mesin pemerintahan yang ditopang dengan anggaran yang cukup besar. Tahun ini saja setidaknya Rp4,6 triliun anggaran yang disediakan untuk membangun Batam.

Anggaran itu berasal dari APBD Kota Batam sebesar Rp2,6 triliun dan anggaran yang disediakan BP Batam yang mencapai Rp 2 triliun. Membangun Batam juga tidak ribet, karena lahan sepenuhnya sudah dikuasai BP, sehingga tidak memerlukan ganti rugi ketika pemerintah ingin membangun infrastruktur di daerah itu.

Berbeda dengan Bintan. Daerah yang lahir dari perubahan nama dari Kabupaten Kepulauan Riau melalui Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006, tertanggal 23 Februari 2006 ini merupakan kabupaten miskin dengan angka kemiskinan mencapai 14 persen.

Baca Juga :   Kekuatan Hati Itu Datang seperti "Air Terjun Niagara"

Ketika pertama kali Ansar Ahmad dipilih oleh masyarakat Bintan untuk menjadi Bupati, angka pengangguran mencapai 12 persen dan angka buta huruf masih cukup tinggi.

Kabupaten Bintan juga sangat minim infrastruktur, karena hanya ditopang oleh beberapa kecamatan yang sebagian besar wilayahnya adalah perkampungan, hutan dan pedesaan.

Ketika pertama kali menjabat Bupati Bintan, Ansar Ahmad hanya menjalankan APBD yang besarnya tidak sampai setengah triliun. Sementara untuk membangun Bintan, sebagai daerah kampung dan hutan, memerlukan anggaran yang tidak sedikit.

Membangun Bintan memerlukan kecerdasan, kepiawaian dan lobi tingkat tinggi ke pemerintah pusat, agar cita-cita merubah Bintan yang hanya seekor semut menjadi seekor gajah tidak bersandar pada kue APBD yang hanya seupil. Apa lagi Bintan tidak ditopang dua mesin pemerintahan yang kuat dari segi anggaran seperti Batam.

Karena itu, Ansar Ahmad bolak-balik ke Jakarta untuk melobi pemerintah pusat agar mau membantu niatnya membangun Bintan. Segala jurus dia kerahkan. Segala jaringan baik melalui jalur politik, DPR-RI dan Kementerian dia tembus, agar melalui dana APBN segala program pembangunan Bintan tercukupi.

Baca Juga :   Harga Naik, Tradisi yang Berulang di Setiap Hari Besar Agama dan Tahun Baru

Dan selama 10 tahun memimpin Bintan, prestasi yang dicapai Ansar Ahmad mendapat pengakuan, tidak hanya nasional tetapi juga internasional. Bintan yang dulu kampung dan hutan mampu bertiwikrama menjadi daerah baru yang dilirik berbagai investor dari mancanegara.

Jalan besar yang membelah Bintan dibangun oleh Ansar Ahmad. Lima mega proyek jembatan yang menghubungkan pulau juga dibangun jaman Ansar Ahmad. Investor berdatangan menanamkan modalnya di Lagoi, Berakit dan Trikora, karena perizinan investasi satu pintu yang diterapkan tidak pernah memberatkan para penanam modal.

Pesatnya pertumbuhan infrastruktur dan ekonomi menyisakan angka kemiskinan Bintan tinggal 2 persen, ketika Ansar Ahmad mengakhiri jabatannya selama 10 tahun memimpin Bintan. Ansar juga mampu menekan angka buta huruf di Bintan menjadi nol persen dan tingkat pengangguran hanya tersisa 2,1 persen.

Disparitas pembangunan juga hampir tidak ada, karena Ansar tidak hanya membangun wilayah perkotaan tetapi juga perkampungan, pulau-pulau dan wilayah pedalaman. Di akhir masa jabatannya, hampir seratus persen infrastruktur dasar yang diperlukan masyarakat seperti semenisasi jalan, drainase dan jembatan sudah dibangun. Kebutuhan listrik juga dipenuhi meski hanya melalui program listrik desa yang pembiayaannya murni bersumber dari APBD.

Baca Juga :   Penalti Tidak Sesuai Dengan Peran, Lapas 'Penuh' Jika Rehabilitasi Belum Jadi Prioritas

Berbeda dengan Batam yang sampai hari ini disparitas antara perkotaan dan wilayah pesisir masih sangat jauh. Lihatlah pulau-pulau di Lengkang, Karas, Abang, dan lainnya yang dari segi infrastruktur begitu tertinggal jauh dibanding wilayah perkotaan.

Kebutuhan listrik di beberapa wilayah pulau-pulau dan pesisir juga masih belum bisa dipenuhi oleh Pemerintah Kota dan BP Batam meski ditopang dengan APBD yang sangat besar. Padahal seharusnya, dengan dua mesin pemerintah yang kuat, belum lagi kucuran dana APBN yang setiap tahun cukup besar mengalir ke Batam, harusnya kebutuhan infrastruktur dasar masyarakatnya sudah terpenuhi semua.

Batam memang gajah, tetapi belum bertiwikrama menjadi dinosaurus. Tetapi Bintan yang dulunya hanya seekor semut, namun mampu berubah menjadi gajah karena kepiawaian pemimpinnya.

Tetapi cara pandang soal keberhasilan seorang pemimpin masing-masing orang memang berbeda. Tetapi masyarakat itu sangat jujur dan mampu membedakan mana lumpur dan mana mutiara dengan cara pandang yang sangat objektif.

Kalau saya tidak perlu ngotot. Mau katakan bagus ya monggo, tidak bagus ya monggo.

Dari pada saling ngeyel, mending kita ngopi yuk….

*Penulis adalah: Staf Khusus Gubernur Kepri